Sistem Pengamanan Kelautan di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan
Abstract
Berdasarkan hal tersebut dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah yaitu
Pertama, pengaturan mengenai pengelolaan dan pengamanan kelautan di
Indonesia. Kedua, upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem pengamanan
kelautan di Indonesia. Tujuan penulisan skripsi ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
tujuan umum untuk pemenuhan tugas akhir sebagai salah satu persyaratan yang
telah ditentukan guna meraih gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas
Jember, serta tujuan khusus penelitian ini adalah memahami bagaimana sistem
pengamanan kelautan di Indonesia. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan
tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif (legalresearch), yakni penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah - kaidah atau norma - norma dalam
hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini yakni menggunakan pendekatan Perundang - Undangan (statute approach) dan
pendekatan konspetual (conceptual approach), dengan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan non - hukum, dan analisa bahan hukum deduktif, yaitu
kesimpulan didapat dari permasalahan umum ke permasalahan yang dihadapi
secara khusus.
Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu hambatan yang mempengaruhi
penegakan hukum di laut, adalah banyaknya peraturan per-undang-undangan yang
dimiliki masing-masing lembaga penegak hukum atau instansi yang memiliki
kewenangan di bidang kelautan. terdapat 17 (tujuh belas) peraturan perundangundangan yang mengatur kewenangan di bidang kelautan dengan 13 (tiga belas)
kementerian/lembaga sebagai penegak hukum di laut. Dengan banyaknya
lembaga/Kementrian yang memiliki kewenangan penegakan hukun di laut,
berakibat terjadinya overlapping dalam penegakan hukum dilaut. Kondisi demikian
sulit untuk di sinergikan karena masing masing lembaga memiliki startegi /
kebijakan, terkait dengan peralatan/sarana prasaran, SDM yang berbeda beda.
Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan muncul lembaga baru yang disebut Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) yang
menggantikan Bakorkamla. Berbeda dengan Badan Koordinasi Kemanan Laut
(BAKORKAMLA). Badan Kemanan Laut (BAKAMLA) memiliki kewenangan
melakukan pengejaran seketika, menghentikan, memeriksa, menangkap, membawa
dan meyerahkan kapal ke isntansi terkait yang berwenang untuk melaksanakan
proses hukum.
Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan yaitu
pertama, Indonesia mengalami ancaman dan gangguan yang berimplikasi pada
keamanan maritim negara. Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah
berupaya mengatasinya dengan membuat produk hukum keamanan maritim negara.
Ada banyak regulasi yang dihasilkan yang berlaku di laut, namun sampai saat ini
regulasi tersebut masih bersifat sektoral sehingga timbul disharmonisasi dan
tumpang tindih peraturan dan kewenangan dalam keamanan laut. Ini juga berlaku
bagi sistem penegakan hukum dan kedaulatan negara di laut yang dipengaruhi oleh
peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk menyinergikan peraturan
perundang-undangan dan kewenangan yang terkait dengan keamanan maritim dan
penegakan hukum di laut, pembentuk undang-undang telah menyetujui UU Nomor
32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang salah satu materi muatannya mengatur
mengenai keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut dan membentuk
Bakamla. Kedua, dalam mewujudkan keamanan maritim dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu upaya internal dan upaya eksternal. Upaya Internal yang
dilakukan pemerintah ialah yang pertama adanya PP No. 16 Tahun 2017 tentang
kebijakan kelautan Indonesia. Kebijakan Kelautan Indonesia adalah pedoman
umum kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui program dan
kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan. Kedua pembentukan Badan
Keamanan Laut (Bakamla). Tugas Bakamla adalah melakukan patroli keamanan
dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Ketiga, perwujudan Konsep Konektivitas Maritim dengan membangun Tol Laut
dan infrastruktur yang dapat menopang industri laut. Upaya eksternal yang
dilakukan ialah memperkuat peran diplomasi maritim. Dan berperan aktif di
ASEAN dan IORA serta IOM.
Saran yang dapat diberikan yaitu, pertama, 1.Keamanan maritim dari aspek
regulasi dan penegakan hukum perlu dilakukan harmonisasi sistem hukum dan
peraturan perundang-undangan, membuat grand maritime Indonesia, melakukan
pengkajian untuk melakukan Bakamla, dan segera menyelesaikan dan menentukan
batas wilayah negara baik di darat, laut, dan udara. Kedua, pemerintah diharapkan
dapat terus meninjau permasalahan–permasalah yang mengancam keamanan
kelautan Indonesia dan menemukan solusi atau upaya–upaya untuk mecegah dan
mengatasi ancaman-ancaman tersebut dengan membuat produk hukum keamanan
kelautan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]