Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Perekaman dan Penyebaran Video Bunuh Diri
Abstract
Fenomena bunuh diri tidak dapat dipisahkan sebagai suatu bagian dalam kehidupan. Bunuh diri merupakan suatu cara yang sering dipilih oleh seseorang untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan, dan kemarahan diri akibat gangguan emosi yang tidak stabil. Salah satu faktor pemicu tindakan bunuh diri disebabkan tidak adanya pertolongan pertama yang diberikan oleh orang yang berada di sekitarnya. Sebagai contoh yaitu ketika seseorang lebih mengutamakan untuk melakukan perekaman terhadap tindakan bunuh diri. Dalam beberapa kasus yang terjadi, pelaku melakukan perekaman terhadap tindakan bunuh diri disertai dengan penyebaran video bunuh diri di media sosial. Perekaman dan penyebaran video bunuh diri masih menimbulkan suatu perbedaan pendapat mengenai bagaimanakah bentuk tanggung jawab hukum terhadap pelaku yang melakukan perbuatan tersebut. Bentuk tanggung jawab hukum baru dapat ditentukan setelah pelaku melakukan perbuatan pidana. Sedangkan suatu perbuatan baru bisa dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana apabila perbuatan tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP mengenai asas legalitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas yakni perekaman dan /atau penyebaran terhadap video tindakan bunuh diri dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan serta bentuk tanggung jawab hukum atas seseorang yang merekam dan menyebarkan video bunuh diri.
Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian skripsi ini adalah untuk menganalisa mengenai perekaman dan/atau penyebaran terhadap video tindakan bunuh diri dikaitkan dengan perundang-undangan yang ada dan untuk menganalisa mengenai bentuk tanggung jawab hukum atas seseorang yang melakukan perekaman dan /atau penyebaran terhadap video tindakan bunuh diri.
Tipe penelitian hukum normatif dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk menganalisis mengenai keterkaitan perundang-undangan dengan perekaman terhadap tindakan bunuh diri serta bagaimana bentuk tanggung jawab hukum atas seseorang yang melakukan perekaman dan/atau penyebaran terhadap video bunuh
xiii
diri. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dua bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis hukum yang dilakukan penulis melalui langkah-langkah yakni: mengidentifikasi fakta hukum, mengumpulkan bahan-bahan hukum yang sesuai, melakukan telaah atas isu hukum yang akan dipecahkan kemudian menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dengan memberikan preskripsi yang telah dibangun dalam kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan skripsi ini maka dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan dengan perekaman terhadap tindakan bunuh diri maupun penyebaran video bunuh diri yaitu Pasal 531 KUHP dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain peraturan perundangan-undangan sebagaimana disebutkan sebelumnya, terdapat pula peraturan daerah yang mengatur mengenai bagaimana seharusnya seseorang bertindak ketika melihat orang lain sedang akan melakukan bunuh diri yaitu Peraturan Bupati Gunung Kidul Nomor 56 Tahun 2018 Tentang Penanggulangan Bunuh Diri.. Kesimpulan kedua bahwa belum dapat ditentukan bentuk tanggung jawab hukum atas seseorang yang melakukan tindakan perekaman dan penyebaran video bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa tindakan perekaman dan penyebaran video bunuh diri merupakan perbuatan pidana. Saran yang diberikan dalam penulisan skripsi ini yang pertama seseorang harus lebih bijak dalam menggunakan teknologi yang ada, bukan untuk melakukan perbuatan yang bersifat negatif seperti melakukan perekaman terhadap tindakan bunuh diri. Saran yang kedua yaitu pembentuk undang-undang harus membentuk peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik mengenai perbuatan seseorang maupun khalayak ramai yang melakukan perekaman terhadap seseorang yang berada dalam keadaan bahaya maut seperti bunuh diri
dan mengenai penyebaran video bunuh diri di media sosial. Sehingga tidak ada kekosongan hukum terhadap tindakan tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]