Beban Pembuktian Adanya Overmacht Dalam Sengketa Perjanjian Pengangkutan Barang Angkutan Perairan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2037 K/Pdt/2015) Burden of Proof for the Overmacht in the Sea Freight Transport Agreement Dispute (Study of the Supreme Court Verdict Number 2037 K/Pdt/2015)
Abstract
Angkutan di perairan merupakan bisnis atau bidang usaha keselamatan
bagi nyawa penumpang dan keamanan barang yang diangkut. Terjadinya
kecelakaan kapal dan hambatan-hambatan yang dialami penyelenggara
pengangkutan di perairan dapat menimbulkan risiko berupa kerugian materiil
maupun immateriil. Perusahaan angkutan (pengangkut) menggunakan alasan
overmacht sebagai alasan pembenar untuk melepaskan tanggung jawab ganti
kerugian. Sengketa antara Sunardi Hongkiriwang Ko Suntek Melawan PT ASDP
merupakan contoh dimana PT ASDP sebagai pihak pengangkut membuang
sebagian barang milik pengirim berupa pupuk ke laut dengan dalih adanya
peristiwa overmacht, sedangkan pengirim menolak dalil alasan tersebut dan
merasa pengangkut telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, rumusan masalah yang
dibahas adalah: (1) Apakah tiket dalam perjanjian pengangkutan barang angkutan
perairan yang didalamnya terdapat unsur paksaan merupakan perjanjian yang sah
tergolong sebagai alat bukti tertulis?, (2) Siapakah yang diberikan beban
pembuktian terlebih dahulu terhadap adanya alasan overmacht?, (3) Apa yang
menjadi dasar pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung Nomor 2037
K/Pdt/2015 yang menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi?. Tujuan
dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, menganalisa, dan
menjelaskan pokok-pokok yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini serta
mengembangkan dan menerapkan ilmu hukum dan teori hukum. Metode
penelitian skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (legal
research) yaitu, permasalahan diangkat, dibahas, dan diuraikan dengan
menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Metode
pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan peraturan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual
Approach), dan pendekatan studi kasus (case Study).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa, Tiket dalam
perjanjian pengangkutan yang didalamnya terdapat unsur klausul baku merupakan sebagai alat bukti tulisan sesuai dengan ketentuan Pasal 164 HIR. Tiket
merupakan alat bukti tentang terjadinya hubungan hukum antara Sunardi
Hongkiriwang Als. Ko Suntek sebagai pengirim dengan PT ASDP sebagai
pengangkut dalam bentuk perjanjian pengangkutan barang. Eksistensi tiket
sebagai salah satu bentuk kontrak baku yang tertulis hanya nama perusahaan
pengangkut, bentuk tersebut disebut juga contract form atau standart contract
dengan prinsip take it or leave it. Tiket perjanjian pengangkutan barang
merupakan sebagai alat bukti akta di bawah tangan yang memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna dan mengikat. Beban pembuktian adanya peristiwa
overmacht dibebankan kepada pengangkut berdasarkan prinsip beban pembuktian
berdasarkan teori hukum yang terdapat didalam Pasal 41 ayat (2) Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang telah menentukan sendiri hukum
materiil beban pembuktian dengan risiko apabila pengangkut tidak dapat
membuktikan peristiwa tersebut adalah overmacht, maka pengangkut harus
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat dari perbuatannya.
Putusan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2037 K/Pdt/2015
yang dalam pertimbangannya menyatakan Bahwa tindakan Tergugat II sebagai
kapten kapal membuang sebagian pupuk milik Penggugat ke laut merupakan
tindakan untuk menyelamatkan kapal dalam keadaan darurat, oleh karena adanya
ombak besar. Penilaian terhadap hasil pembuktian tidak dapat dipertimbangkan
dalam tingkat kasasi, sebab tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya
kesalahan penerapan hukum. Maka permohonan kasasi yang diajukan beserta
dalil-dalil atau alasan-alasan oleh Pemohon Kasasi harus ditolak
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]