dc.description.abstract | Aborsi merupakan bentuk tindak pidana yang dapat digolongkan sebagai
kejahatan terhadap nyawa. Aborsi kerap dikatakan sebagai fenomena terselubung,
sebab fakta menunjukkan bahwa kasus aborsi sering ditemukan masyarakat tetapi
yang terungkap hanya sebagian kecil saja, bahkan hal ini cenderung untuk ditutupi
oleh pelaku atau masyarakat. Kejahatan aborsi pada umumnya dilakukan karena
tidak menginginkan untuk hamil, seperti halnya alasan ekonomi sehingga takut
tidak mampu untuk membesarkan anak; sudah mempunyai banyak anak; akibat
pemerkosaan sehingga janin mengalami penyakit atau cacat. Tujuan dari
penelitian skripsi ini yakni untuk menganalisis kesesuaian pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan pidana Putusan Nomor 285/Pid.Sus/2017/PN.NJK dan
Putusan Nomor 286/Pid.Sus/2017/PN.NJK dengan perbuatan yang dilakukan
terdakwa, dan yang kedua adalah untuk menganalisis kesesuaian
pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh
terdakwa dalam Putusan Nomor 285/Pid.Sus/2017/PN.NJK dan Putusan Nomor
286/Pid.Sus/2017/PN.NJK dengan kesalahan terdakwa.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, artinya penelitian berdasarkan bahan hukum utama yaitu dengan
menelaah konsep, teori, asas hukum, peraturan perundang-undangan. Pendekatan
masalah dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan perundang undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum
yang digunakan dalam skripsi ini adalah sumber bahan hukum primer dan sumber
bahan hukum sekunder.
Dari hasil penelitian, pada Putusan Nomor 285/Pid.Sus/2017/PN.NJK
penulis menemukan ketidaktepatan antara perbuatan terdakwa dengan unsur-unsur
pasal yang didakwakan. Dalam fakta persidangan yang terungkap menjelaskan
bahwa terdakwa menjadi pihak perantara antara dirinya dengan dokter mengenai
kiret kandungan dan menjadi kurir dalam memperdagangkan obat pengugur
kandungan terbukti tidak memenuhi unsur dan tidak sesuai dengan pasal yang
didakwakan. Unsur dalam melakukan aborsi tanpa adanya indikasi kedaruratan
medis juga menjadi bukti, bahwa unsur tersebut ditujukan bagi seseorang yang
berprofesi khusus dan memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang tersebut.
Profesi yang tepat dalam mengetahui gejala dan indikasi kedaruratan medis
tersebut adalah pihak dokter dan tenaga medis, selain itu, apabila Majelis Hakim
memilih dan mempertimbangkan dakwaan lain yaitu dakwaan kedua pada Pasal
348 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas kesalahan terdakwa SM, dinilai
juga tidak tepat. Hal ini dikarenakan terdapat unsur pasal yang tidak terbukti. Pada
pasal 348 KUHP unsur pasal “menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya” menyatakan tidak sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan terdakwa. Putusan Nomor 285/Pid.Sus/2017/PN.NJK dan Putusan
Nomor 286/Pid.Sus/2017/PN.NJK merupakan satu kasus yang sama tetapi
berbeda putusan. Berbeda dalam hal ini adalah terdakwa yang melakukan dan
pasal yang dijatuhkan kepada terdakwa. Kasus tindak pidana aborsi yang
dilakukan terdakwa merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang tidak luput dari perbuatan melanggar hukum dan unsur kesalahan. Suatu tindak pidana akan
dapat dipertanggung jawabkan apabila pelaku memang terbukti melakukan
perbuatan yang melawan hukum. Putusan Nomor 285/Pid.Sus/2017/PN.NJK dan
Putusan Nomor 286/Pid.Sus/2017/PN.NJK dinyatakan memenuhi unsur kesalahan
dan terdakwa patut untuk mempertanggung jawabkan pidananya. Bentuk
kesalahan yang dikategorikan dalam kedua putusan ini adalah bentuk kesalahan
berupa kesengajaan, dan motif perbuatan yang dilakukan pada Putusan Nomor
285/Pid.Sus/2017/PN.NJK dan Putusan Nomor 286/Pid.Sus/2017/PN.NJK
terbukti secara sadar melakukan perbuatan dengan maksud dan tujuan tertentu,
sehingga bentuk kesengajaan ini termasuk dalam golongan Kesengajaan sebagai
maksud.
Saran dari penulisan skripsi ini adalah hakim seyogianya lebih cermat dalam
menjatuhkan putusan kesalahan terhadap terdakwa, terlebih lagi harus disesuaikan
antara unsur-unsur pasal dan perbuatan yang dilakukan terdakwa; selain itu,
hakim perlu menyertakan alasan yang jelas terkait penjatuhan pasal dan sanksi
pidana di dalam pertimbangannya, sehingga dapat memberikan pemahaman
kepada masyarakat alasan terkait hasil keputusan tersebut. Hakim seharusnya
mampu mewujudkan keadilan dengan memutuskan perkara tersebut harus sesuai
dengan kesalahan dan perbuatan yang dilakukan terdakwa, selain itu hakim juga
seharusnya memberikan sanksi pidana berupa hukuman yang sesuai dengan
kesalahan yang dilakukan terdakwa. | en_US |