dc.description.abstract | Penelitian ini mengembangkan dan menyempurnakan konsep daya saing three five, dimana three five merupakan penyempurnaan dan kombinasi dari beberapa teori daya saing terdahulu. Tujuan riset ini untuk mengetahui: Profil kelembagaan komoditas (teknologi); Sensitivitas Kebijakan Pemerintah dan penyempurnaan analisis daya Saing Three Five
Sebagai sample wilayah di pilih dengan sengaja di Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan Silo Kabupaten Jember, Alat analisis menggunakan Dayasaing Three five yang didalamnya terdiri dari analisis usahatani, Kelayakan Usahatani , BSDsosial , Risiko dan Policy Analysis Matrix. Hasil kajian pada tahun kedua menunjukan:
a. Tingkat efisiensi ekonomi yang dapat direfleksikan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif kopi robusta ditunjukkan dengan angka DRC (Domestic Resource Cost) dan PCR (Privat Cost Ratio). Dalam hal ini bila nilai DRC dan PCR lebih kecil dari satu, berarti bahwa untuk memproduksi kopi robusta di pandang dari segi penggunaan sumberdaya domestic adalah efisien. Dengan kata lain, secara ekonomi memproduksi kopi dalam negeri lebih efisien dan menguntungkan daripada melakukan impor.
b. Dari sisi usahatani atau penawaran produksi kopi robusta menguntungkan secara finansial dan ekonomi untuk diusahakan, namun perlu dicermati apabila terjadi perubahan kenaikan upah tenaga kerja sampai dengan 60% akan terjadi kerentanan daya saing, demikian juga dengan penurunan produkstivitas sampai dengan lebih dari 5%, serta kenaikan harga pupuk lebih dari 25%. Koefisien NPCO dan SRP mempunyai nilai lebih rendah dari nilai yang seharusnya (negatif), hal ini didukung juga koefisien keunggulan komparatif lebih tinggi dari keunggulan kompetitif, dengan kata lain kebijakan protektif pemerintah yang kurang mendukung daya saing
c. Keunggulan komparatif Indonesia masih rendah dibanding dengan beberapa negara pengekspor kopi robusta di dunia, hal ini mengisyaratkan Indonesia memiliki efisiensi produksi, opportunity cost, daya saing komparatif, produktivitas dan kurs tukar yang masih lemah dibandingkan negara-negara pengekspor lainnya.
d. Dari sisi peluang usahatani petani mengusahakannya sebagaian besar secara monokultur dan produk kopi baru diolah pada tingkat primer yaitu berbentuk biji kopi kering (olah kering), sedangkan pengolahan produk hilirnya belum banyak dilakukan. Apabila dibandingkan dengan menggunakan teknologi olah basah maka keuntungan yang diperoleh akan lebih tinggi, namun diperlukan perlakukan tambahan di sisi hilirnya, hal ini apabila dilakukan akan memberikan nilai tambah sampai 67,6% per hektar.
e. Dari sisi kebijakan internasional dan kebijakan domestik dapat dinyatakan bahwa kebijakan domestik kurang adanya dukungan dari pihak pemerintah dilihat dari koefisien DRC lebih baik dari PCR, koefisien NPCO dan SRP kurang mendukung daya saing apabila dibandingkan dengan harga yang sesungguhnya, namun dari koefisien NPCI kebijakan pemerintah memberikan dukungan yang berarti demi daya saing.
f. Model daya saing “Three Five” yang digunakan dalam riset ini masih perlu disempurnakan lagi dengan mengkaitkan berbagai teknologi yang dicobakan dalam komoditas kopi robusta (misal olah basah), dan belum semua faktor eksternal dicobakan dalam sistem daya saing. | en_US |