Akibat Hukum Bagi Pelaku Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Yang Membuka Lahan Dengan Cara Membakar (Studi Putusan Nomor : 12/PDT.G/2012/PN.MBO)
Abstract
Bab 1. Latar belakang membahas tentang Salah satu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut disebabkan karena lahan perkebunan di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 36/2009), untuk menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta mengendalikan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara bijaksana agar terpenuhinya SDA untuk generasi masa kini dan masa depan. Meski sudah terdapat Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusakan lingkungan hidup di Indonesia tidak mengalami penurunan. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : Pertama, Apakah bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015?, kedua Apakah akibat hukum bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang membuka lahan dengan cara membakar berdasarkan Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015?, ketiga,Apakah ratio decidendi Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015?. Tujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk mengetahui dan memahami bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan berdasarkan Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum bagi pelaku usaha perkebunan yang membuka lahan dengan cara membakar berdasarkan Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015.Untuk mengetahui dan memahami ratio decidendi Putusan Nomor : 651 K/PDT/2015. Metode penelitian skripsi ini dilandasi dengan metode penelitian ilmiah berdasarkan langkah-langkah dan kaidah yang berlaku dalam penelitian hukum. Sehingga dapat terungkap kebenaran hukum yang sistematis dan logis. Metode penelitian sendiri meliputi empat aspek yaitu tipe penelitian, pendekatan masalah, sumber bahan hukum dan analisis bahan hukum.
Bab 2. Tinjauan pustaka membahas tentang apa yang dimaksud dengan pelaku usaha, yang meliputi pengertian pelaku usaha, hak dan kewajiban pelaku usaha dan larangan bagi pelaku usaha. Perkebunan kelapa sawit yang meliputi pengertian perkebunan, fungsi dan jenis perkebunan, dan pengertian perkebunan kelapa sawit sendiri. Lahan perkebunan yang meliputi pengertian lahan perkebunan, mekanisme pembukaan lahan perkebunan. Pembakaran hutan dan perbuatan melanggar hukum.
Bab 3. Pembahasan, Bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan menurut pasal 90 UU Lingkungan Hidup dan pasal 1365 perbuatan tergugat dalam Putusan Nomor: 651 K/PDT/2015 telah memenuhi kualifikasi perbuatan melanggar hukum yang dapat dituntut ganti ruginya. Kasus kebakaran hutan di Indonesia merupakan masalah structural pengelolaan sumber daya alam, yang hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan skema kebijakan, hukum, dan kelembagaan secara progresif. Tanpa ada intervensi di level kebijakan, hukum, dan kelembagaan, masalah kebakaran di Indonesia tidak akan pernah selesai secara permanen. Kebakaran sebagian besar terjadi di lahan-lahan konsesi perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI). Ini merupakan bentuk
xiii
kegagalan pengelolaan yang dilakukan oleh para pemegang konsesi yang tidak melibatkan masyarakat sekitar kawasan sebagai mitra kerja dengan posisi sejajar.
Akibat hukum yang ditimbulkan Oleh karena Tergugat memiliki maksud untuk membuka lahan dengan cara membakar yang dengan demikian membuktikan unsur kesengajaannya, maka tergugat wajib bertanggung jawab atas kerusakan tanah gambut yang ditimbulkan oleh kebakaran diatas lahan perkebunan milik tergugat. Dengan demikian perbuatan tergugat telah memenuhi kualifikasi perbuatan melanggar hukum yang dapat dituntut ganti ruginya berdasarkan pasal 90 UU Lingkungan Hidup dan pasal 1365 KUHPerdata. Ratio decidenci Putusan Nomor 651 K/PDT/2015 PT Kalista Alam oleh karena perbuatannya yang telah merugikan keuangan Negara maka dituntut biaya pemulihan dan rehabilitasi lahan guna memfungsikan kembali ekologi yang rusak sebesar Rp. 366. 098.669.000,00 tiga ratus enam puluh enam milyar Sembilan puluh delapan juta enam ratus enam puluh Sembilan ribu rupiah) dan menolak semua gugatan penggugat selebihnya.
Bab 4. Penutup, menjelaskan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yang mencakup bentuk pelanggran hukum dan akibat hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang membuka lahan dengan cara membakar serta ratio decidenci Putusan Nomor 651 K/PDT/2015. Saran penulis dalam peniltian ini Sebaiknya pemerintah dalam membuat atau merancang peraturan yang berkaitan dengan regulasi kebakaran hutan dan lahan dapat secara tegas membuat bagaimana aparatur pelaksananya bisa secara konsisten dan konsekuen dalam menerapkan dan menegakkannya. Ketentuan hukum tersebut seharusnya sudah bisa menjadi salah satu instrumen (hukum) dalam upaya preventif dan represif guna penanggulangan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Selain itu, tentu harus didukung dengan budaya hukum berupa pemahaman dan kesadaran hukum para pemangku kepentingan terhadap ketentuan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan tersebut. Sebaiknya masyarakat mendukung upaya-upaya pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan yang rawan kebakaran. Karena masyarakat inilah yang berhadapan langsung jika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Sebaiknya pelaku usaha dapat mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan ketika mendirikan usaha terutama dalam menjaga kelestarian alam.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]