Perbedaan Jumlah Eosinofil Pada Pasien Tuberkulosis Dengan Dan Tanpa Ko-Infeksi Soil-Transmitted Helminths Di Kecamatan Panti, Jember
Abstract
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan
dunia dengan jumlah 10,4 juta kasus insiden pada tahun 2016 dan masih menjadi
10 penyebab kematian tertinggi di dunia (World Health Organization, 2018). Kabupaten Jember menempati urutan kedua kabupaten dengan angka insidensi
tuberkulosis tertinggi di Jawa Timur (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
2018). Wilayah Kecamatan Panti, Kabupaten Jember pada tahun 2015 berada di
urutan ke-9 dengan jumlah kasus terbanyak dari 31 kecamatan di Jember (Hikma
et al., 2016). Sistem imun tubuh dapat memengaruhi keberhasilan terapi TB dan
sistem imun yang tertekan akan menghambat kesembuhan dari penyakit
tuberkulosis. Salah satu hal yang dapat menekan sistem imun melawan bakteri
Mycobacterium tuberculosis adalah adanya infeksi cacing atau helminthiasis pada
pasien TB dan jenis cacing yang paling banyak menginfeksi adalah soiltransmitted helminths. Adanya lahan pertanian atau perkebunan merupakan salah
satu faktor risiko dari infeksi STH. Kecamatan Panti memiliki luas daerah sebesar
9.396 Ha dan 3.524,9 Ha atau 37,51% di antaranya adalah lahan pertanian dan
perkebunan (BPS Kabupaten Jember, 2019). Pada infeksi TB yang disertai infeksi
cacing, terjadi tumpang tindih respon imun. Eosinofil merupakan salah satu hasil
produksi respon imun terhadap cacing yakni Th2. Tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah eosinofil pada pasien tuberkulosis
dengan dan tanpa ko-infeksi soil-transmitted helminthes.