Analisis Putusan Pemidanaan Perkara Tindak Pidana Persetubuhan dan Pencabulan Terhadap Anak (Putusan Nomor: 20/Pid.Sus/2016/PN.PBL)
Abstract
Anak merupakan penerus bangsa yang harus mendapat perindungan secara khusus, salah satunya perlindungan dari kejahatan seksual. Para pelaku kejahatan seksual harus ditindak secara tegas sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku agar terciptanya tujuan hukum yaitu keadilan sebagaimana terdapat pada irah-irah putusan yang berbunyi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Namun pada prakteknya, dalam memutus suatu perkara hakim kadang melakukan kekeliruan sehingga merugikan pihak-pihak yang berperkara. Salah satu Putusan Pengadilan Negeri yang menarik untuk dianalisis adalah Putusan Pengadilan Negeri Probolinggo Nomor: 20/Pid.Sus/2016/PN.PBL. dengan rumusan masalah yaitu: Pertama, apakah amar putusan yang menyatakan kesalahan Terdakwa II telah sesuai dengan unsur pasal dakwaan Penuntut Umum ? ; Kedua, Apakah pertimbangan hakim dalam menyatakan kesalahan Terdakwa I sudah sesuai dengan fakta persidangan ?. Tujuan penulisan skripsi ini adalah yang pertama untuk mengetahui kesesuaian amar putusan yang menyatakan kesalahan Terdakwa II dengan unsur pasal dakwaan Penuntut Umum dan yang kedua adalah untuk mengetahui kesesuaian pertimbangan hakim dalam menyatakan kesalahan Terdakwa I dengan fakta persidangan.
Metode penelitian Yuridis Normatif ini menggunakan Pendekatan Undang-Undang (Statue Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach), serta Bahan Hukum Primer dan Sekunder dengan metode analisis Deduktif.
Hasil dari pembahasan yang ditulis dalam skripsi ini yaitu, amar putusan yang menyatakan Terdakwa II, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan dengan tipu muslihat melakukan perbuatan persetubuhan terhadap anak”; tidak sesuai dengan unsur pasal dakwaan Jaksa Penuntut Umum Pasal. Pada dakwaan kesatu tersebut perbuatan yang didakwakan adalah perbuatan persetubuhan dengan unsur kekerasan, unsur ancaman kekerasan dan unsur memaksa sedangkan pada amar perbuatan persetubuhan dilakukan dengan unsur tipu muslihat. Pada dakwaan kedua yang memiliki unsur tipu muslihat, perbuatan yang didakwakan adalah perbuatan cabul, sedangkan pada amar perbuatan tipu muslihat untuk melakukan perbuatan persetubuhan. Dengan demikian amar putusan yang dijatuhkan terhadap Terdakwa II tidak sesuai dengan unsur pasal dakwaan JPU kesatu ataupun kedua. Pada pertimbangan hakim yang berbunyi para Terdakwa (dalam hal ini hanya difokuskan pertimbangan hakim untuk Terdakwa I) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya yaitu “dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman, memaksa anak, melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri” tidak sesuai dengan fakta persidangan. Ketidaksesuaian tersebut dibuktikan dengan adanya keterangan para saksi dan keterangan terdakwa. Selain tidak ada kesesuaian antara pertimbangan hakim dengan fakta persidangan, amar yang dijatuhkan hakim terhadap Terdakwa I juga tidak sesuai dengan pertimbangan hakim.
Saran yang diberikan penulis dalam skripsi ini adalah yang pertama, hakim harus lebih cermat dalam merumuskan unsur pasal dakwaan JPU kedalam amar yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]