Perlindungan Hukum Teh Hitam Kertowono sebagai Produk yang Berpotensi sebagai Indikasi Geografis Lumajang
Abstract
Indonesia merupakan Negara megadiversitas dengan keragaman budaya dan sumber daya alami yang melimpah. Dari segi sumber daya alaminya, banyak produk daerah yang telah lama dikenal dan mendapatkan tempat di pasar internasional, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Keterkenalan produk tersebut seharusnya diikuti dengan perlindungan hukum yang bisa untuk melindungi komoditas dari adanya praktek curang dalam perdagangan. Indonesia mengakomodasikan peraturan perundang-undangan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang salah satunya yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merk dan Indikasi Geografis. Dewasa ini, Indikasi Geografis di Indonesia mengalami perkembangan signifikan dengan ditandai hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan pendaftaran Indikasi Geografis di Direktoral Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI). Salah satu produk yang berpotensi mendapatkan Indikasi Geografis di Indonesia adalah Teh Hitam Kertowono, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang.
Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini berisi uraian atau penjelasan yang relevan terkait judul karya tulis ilmiah yang dibuat dengan meliputi penjelasan terkait pengertian-pengertian, teori, konsep, dan lain sebagainya. Terkait demikian, pada skripsi ini tinjauan pustaka berisi mengenai penjelasan sebagaimana yang dimaksud meliputi pengertian perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum, pengertian hak kekayaan intelektual, ruang lingkup dan pengaturan hak kekayaan intelektual, pengertian indikasi geografis, prosedur pendaftaran indikasi geografis, pengertian Teh Hitam Kertowono, jenis dari Teh Hitam Kertowono, dan Foto.
Berdasarkan pembahasan dalam skripsi ini bahwa pertama, suatu produk dapat dikatakan berpotensi Indikasi Geografis jika ketentuan dalam definisi Indikasi Geografis terpenuhi. Jika ketentuan Indikasi Geografis telah terpenuhi pada produk tersebut maka perlu dilakukan penyusunan Buku Indikasi Geografis. Buku persyaratan ini merupakan syarat dalam didaftarkannya suatu produk Indikasi Geografis. Dalam buku tersebut memuat uraian-uraian mengenai produk secara terperinci. Uraian-uraian tersebut berdasarkan pada ketentuan penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Teh Hitam Kertowono dapat dikatakan layak untuk didaftarkan karena telah memenuhi persyaratan yang terkandung di dalam Pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang memuat persyaratan administrasi dan deskripsi mengenai produk yang akan di daftarkan dalam Buku Persyaratan Indikasi Geografis. Selain itu, Teh Hitam Kertowono juga telah memenuhi syarat penguat lain, diantaranya: Sistem manajemen yang kuat dan efektif; Kualitas produk yang prima dan terjaga konsistensinya dengan baik; Sistem pemasaran termasuk promosi yang kuat; Mampu memasok kebutuhan pasar dalam jumlah cukup secara berkelanjutan; dan Kemauan dalam menegakkan ketentuan hukum terkait Indikasi Geografis. Kedua, Pelaksanaan pendaftaran Indikasi Geografis di Kabupaten Lumajang, khususnya untuk produk Teh Hitam Kertowono tidak selalu berjalan dengan lancar, pasti timbul penghambat dalam proses pelaksaannya tersebut. Faktor-faktor penghambat dipicu karena 2 faktor utama yaitu Faktor Hukum yang melibatkan tiga (3) unsur sistem hukum, yaitu: Pertama, Komponen substansi hukum (Legal Substance) yaitu peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan oleh pihak yang berada dalam sistem hukum itu dimana hukum hidup di masyarakat, Komponen struktur kelembagaan hukum (Legal Structure) yang merupakan kelembagaan yang diciptakan oleh hukum dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan dan kebijakan, Komponen kultur hukum (Legal Culture) yang merupakan nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi berkerjanya hukum yang bertujuan sebagai daya penggerak dari sistem hukum yang merupakan daktor penentu efektivitas sistem hukum secara keseluruhan dan Faktor Non Hukum, yang meliputi Lemahnya kesadaran hukum masyarakat Desa Gucialit terhadap arti pentingnya pendaftaran Indikasi Geografis terhadap Teh Hitam Kertowono, Belum terbentuknya Sumber Daya Manusia yang ahli di bidang Indikasi Geografis, Penguatan Organisasi Masyarakat berkaitan dengan Indikasi Geografis, Penyusunan Buku Persyaratan Indikasi Geografis yang terbilang rumit, dan Kurang aktifnya para stakeholder (pemangku kepentingan) lumajang dalam merealisasikan Indikasi Geografis.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa Teh Hitam Kertowono mempunyai potensi untuk didaftarkan Indikasi Geografis karena telah memenuhi syarat subjektif dan objektif, dimana syarat subjektif merupakan syarat yang menerangkan siapa saja yang dapat mendaftarkan perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis agar produk tersebut tidak diakui oleh pihak lain. Sedangkan syarat objektif adalah unsur-unsur yang menunjukkan bahwa produk memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik yang berpotensi Indikasi Geografis. Kedua Syarat tersebut meruapkan syarat pemicu untuk didaftarkannya Indikasi Geografis yang termuat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Akan tetapi, sampai saat ini Teh Hitam Kertowono belum juga didaftarkan Indikasi Geografis bukanlah tanpa sebab melainkan karena dua (2) faktor yang mempengaruhi terhambatnya proses pendaftaran Indikasi Geografis tersebut yaitu faktor hukum yakni faktor yang berhubungan dengan peraturan/kebijakan yang mengatur tentang perlindungan Indikasi Geografis itu sendiri dan faktor non hukum yang merupakan faktor diluar peraturan/kebijakan yang lebih dipengaruhi oleh masyarakat itu sendiri.
Adapun saran yang dapat penulis berikan, yaitu pertama untuk Pemerintah Kabupaten Lumajang yang segera mengakomodir Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Indikasi Geogrfis ke dalam Peraturan Daerah dan menaruh perhatian lebih terhadap produk-produk daerah yang mempunyai potensi untuk didaftarkan Indikasi Geografis guna membangun perekonomian daerah. Kedua, Pemerintah Daerah dari tingkatan Desa, Kecamatan dan Kabupaten yang menghilangkan egosektoral dalam bersinergi untuk memberikan edukasi berupa sosialiasi mengenai Indikasi Geografis terhadap kelompok tani/kelompok usaha. Ketiga, masyarakat lebih aktif dalam mewujudkan terbentuknya Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]