dc.description.abstract | Dimulai dari Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2017 Puskesmas Botolinggo mendapatkan Dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah terbagi dalam 60% (enam puluh per seratus) untuk Jasa Pelayanan (Jaspel) dan 40% (empat puluh per seratus) untuk operasional dengan drg. Toni Bagus Budi Prasojo sebagai Kepala Puskesmas Botolinggo sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Sutarti, Amd. Keb. sebagai Bendahara Puskesmas Botolinggo. Drg. Toni Budi Bagus Prasojo memerintahkan Sutarti, Amd. Keb. untuk melakukan pemotongan terhadap dana jasa pelayanan sebesar 27% (dua puluh tujuh per seratus) untuk kepentingan Puskesmas Botolinggo dan tidak menyerahkan dana jasa pelayanan kesehatan selama 2 (dua) bulan yaitu Bulan April 2017 dan bulan Mei 2017 kepada penerima jasa pelayanan dengan alasan untuk akreditasi Puskesmas Botolinggo. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan baik tunai maupun yang masuk melalui rekening pribadi yang bersangkutan (Pegawai Puskesmas penerima jasa pelayanan) melakukan tandatangan yang didaftar penerimaan jasa pelayanan yang diberikan oleh Sutarti, Amd. Keb. namun untuk besaran atau nominal yang diterima tidak sesuai dengan jasa pelayanan (jaspel) yang seharusnya diterima, melainkan telah dipotong sebesar 27% (dua puluh tujuh per seratus) dan untuk pemotongan 27% (dua puluh tujuh per seratus) tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : pertama, apakah penjatuhan pidana denda yang diputus majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 184/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Sby telah sesuai dengan fakta di persidangan. Kedua, bagaimana penerapan penjatuhan pidana tambahan uang pengganti berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) huruf b pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 184/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Sby.
Metode penelitian dalam skripsi ini yaitu terdiri dari yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan normatif dan pendekatan konseptual menjadi landasan utama penulis dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang diuraikan diatas, yaitu dengan cara mengkaji berbagai aturan-aturan hukum seperti undang-undang, peraturan-peraturan yang berisi konsep-konsep teoritis yang dikembangkan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Analisis bahan-bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil dari pembahasan dan kesimpulan dalam skripsi ini yakni, pertama, penjatuhan pidana denda yang dijatuhkan oleh majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 184/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Sby dianggap kurang tepat dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Meskipun pemotongan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Puskesmas Botolinggo sebesar 27% digunakan untuk kepentingan Puskesmas Botolinggo dan gaji para Terdakwa juga ikut dipotong, namun hal tersebut tetap melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4 Ayat (1). Selain itu terkait dengan amar putusan majelis hakim yang menjatuhkan pidana denda saja tanpa adanya pidana penjara sangatlah bertentangan dengan perjuangan melawan korupsi di Indonesia, hal tersebut dilandasi oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan ayat 6 halaman 24 yang menegaskan bahwa setiap tindak pidana korupsi haruslah ada pidana penjaranya. Kedua, Besaran uang pengganti yang dijatuhkan oleh majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 184/ Pid.Sus/ TPK/ 2018/ PN.Sby juga dianggap kurang cermat dan jelas. Seharusnya majelis hakim menjelaskan dan menjabarkan hal-hal atau alasan-alasan yang menjadi dasar dijatuhkannya uang pengganti kepada para Terdakwa dengan rinci sebelum menjatuhkan putusan kepada para Terdakwa sehingga hal tersebut mencerminkan asas keadilan dan kepastian hukum.
Oleh karena itu diperlukan perubahan mendasar tentang ketentuan uang pengganti dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tetap mempertimbangkan pemulihan keseimbangan antara kerugian negara, masyarakat, dan kepentingan perlindungan hak kepemilikan terdakwa tindak pidana korupsi. | en_US |