Kewenangan Daerah Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Pekerja Migran Indonesia
Abstract
Pekerja Migran Indonesia atau disebut dengan PMI adalah setiap warga
negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan
menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia. PMI sering disebut sebagai
pahlawan devisa karena keberadaanya memiliki peran penting dalam upaya
peningkatan devisa negara. Pentingnya peran PMI bagi Indonesia sudah seharusnya
diikuti dengan upaya perlindungan yang baik oleh pemerintah Republik Indonesia.
Berbagai peraturan perundang-undangan dibentuk guna mengakomodasikan upaya
perlindungan tersebut. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menjadi salah satu payung pelindung
ditegakkannya upaya perlindungan PMI yang tidak hanya dilakukan oleh
Pemerintah Pusat namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah baik dari
Pemerintah Desa, Kabupaten/Kota, hingga Provinsi. Perlindungan yang diberikan
oleh daerah sebagai garda terdepan dalam upaya perlindungan dimulai dari
perlindungan sebelum bekerja, pada saat bekerja, dan setelah selesai bekerja.
Walaupaun secara umum perlindungan yang diberikan oleh daerah sebenarnya
merupakan perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif saja, namun
pemerintah daerah masih dapat melakukan upaya untuk memberikan perbantuan
terhadap PMI yang sedang bermasalah. Upaya tersebut menjadi salah satu cara bagi
pemerintah daerah untuk tetap pemberikan pelayanan terbaik kepada warganya
dalam hal ini merupakan PMI yang sedang bekerja di negara tujuan. Perlindungan
preventif yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah telah diatur oleh Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Penempatan Pekerja
Migran Indonesia. Adapaun contoh perlindungan preventif yang dapat dilakukan
daerah adalah pembuatan perda terkait perlindungan PMI, fasilitas pemenuhan
syarat administrasi, penerbitan izin kantor cabang perusahaan penyalur PMI,
pembentukan LTSA, melaksanakan pelatihan kerja, penyediaan pos
pemberangkatan dan kepulangan PMI, hingga mengatur dan membina pelaksanaan
penempatan PMI. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan pada saat PMI asal
daerahnya sedang bermasalah di negara tujuan adalah koordinasi antar Lembaga
pemerintahan, badan, dan stakeholders terkait, perbantuan pengurusan bantuan
tanggap darurat oleh BNP2TKI, serta pengurusan kepulangan PMI tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis
Normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah
atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Terdapat 2
pendekatan yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam skripsi ini
yakni pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan
dengan isu hukum yang sedang dibahas. Pendekatan konseptual (conceptual
approach) merupakan pendekatan dengan cara mempelajari pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang sedang dibahas.
Hasil dari penelitian ini terdiri dari dua hal, Pertama kewenangan daerah
untuk melindungi PMI asal daerahnya telah diatur dalam pasal 40, 41, dan 42
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan dan Penempatan
Pekerja Migran Indonesia dan telah diamanatkan dalam konsiderans UUPMI.
Adapun perlindungan yang dimaksud meliputi perlindungan administratif dan
perlindungan teknis. Namun diantara bentuk perlindungan administratif dan teknis
yang diatur undang-undang masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaannya
seperti dalam hal pembentukan peraturan daerah, banyak daerah dengan jumlah
pengiriman PMI besar tidak memiliki perda terkait perlindungan PMI. Padahal hal
tersebut merupakan salah satu payung perlindungan di tingkat daerah. Selanjutnya
adalah terkait Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) sebagai upaya perlindungan
administratif juga belum terlaksana secara optimal dikarenakan faktor-faktor
penghambat seperti faktor seperti SDM, kendala teknis, dan lainnya. Kedua
minimnya langkah yang dapat dilakukan oleh daerah dalam melindungi PMI asal
daerahnya ketika bekerja dan membantu PMI yang sedang bermasalah di negara
tujuan bukan menjadi kendala bagi daerah dalam memberikan upaya perlindungan
tersebut. Namun diantara upaya yang dapat dilakukan daerah untuk menghadapi
PMI yang bermasalah di negara tujuan, ada beberapa hal yang menjadi penekanan
seperti koordinasi yang kurang antar lembaga pemerintah, badan, dan stakeholders
yang lain, distribusi informasi yang kurang, dan kendala teknis lainnya.
Rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini bahwa peraturan lain
sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan
dan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus segera dilengkapi. Peraturan
daerah terkait perlindungan PMI, dan peningkatan berbagai fungsi layanan untuk
PMI, meningkatkan koordinasi antar lembaga pemerintah, badan, dan stakeholders,
serta kepekaan sosial yang harus dimiliki daerah dalam melihat dan menyikapi
permasalahan yang sedang menimpa PMI di negara tujuan agar pemenuhan hak dan
perlindungan yang baik dapat didapatkan dan dirasakan oleh PMI terutama
keperdulian yang diberikan oleh daerah sebagai garda utama dalam perlindungan
PMI. Selain itu peningkatan koordinasi juga menjadi faktor yang penting untuk
mengoptimalkan peran masing-masing lembaga dan juga menyelesaikan berbagai
faktor penghambat perlindungan PMI
Collections
- UT-Faculty of Law [6204]