KEDUDUKAN YURIDIS WALI HAKIM SEBAGAI PENGGANTI WALI MUJBIR DALAM PERKAWINAN BERDASARKAN HUKUM ISLAM
Abstract
Wali nikah adalah wakil dari pengantin perempuan yang diwakili oleh
ayahnya. Dalam suatu perkawinan harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita
yang bertindak untuk mengawinkannya. Jika calon mempelai wanita tidak ada
wali maka suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sah, sedang bagi pihak calon
mempelai laki- laki tidak diperlukan wali nikah. Hal tersebut terkait dengan
keabsahan suatu perkawinan diantara kedua calon mempelai. Karena wali nikah
merupakan salah satu rukun dan syarat sahnya perkawinan. Bila tidak ada ayah
karena meninggal atau ghoib (hilang). Bila tidak ada sama sekali wali yang
menikahkan atau wali mujbirnya tidak mau mengawinkan maka mempelai
tersebut dapat menggunakan wali hakim untuk melangsungkan perkawinan
dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama, dimana calon
mempelai wanita bertempat tinggal. Maka dalam ini penulis mengangkat judul
”KEDUDUKAN YURIDIS WALI HAKIM SEBAGAI PENGGANTI WALI
MUJBIR DALAM PERKAWINAN BERDASARKAN HUKUM ISLAM”
Rumusan masalah meliputi 2 (dua) hal pertama, apakah pengaturan wali
hakim sebagai pengganti dari wali mujbir dalam perkawinan berdasarkan hukum
Islam dapat melindungi kepentingan kedua mempelai; kedua, apa alasan hukum
agar wali hakim dapat bertindak sebagai pengganti dari wali mujbir dalam
perkawinan berdasarkan hukum Islam.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami
apakah pengaturan wali hakim sebagi pengganti dari wali mujbir dalam
perkawinan berdasarkan hukum Islam dapat melindungi kepentingan kedua
mempelai; untuk mengetahui dan memahami alasan hukum agar wali hakim dapat
bertindak sebagai pengganti dari wali mujbir dalam perkawinan berdasarkan
hukum Islam.
Metodologi yang digunakan yaitu terdiri dari tipe penelitian secara yuris
normatif; pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach); sumber
xiii
bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder dan non hukum; dan analisis
bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah, pertama bahwa bentuk perlindungan
yang dimaksud adalah terdapat pada kedudukan wali hakim yang sama halnya
dengan kedudukan wali nikah yang dilakukan oleh orang tua calon mempelai
wanita. Sekalipun pernikahan dilaksanakan dengan menggunakan wali hakim,
perkawinan tersebut tetap dikatakan sah baik secara agama maupun hukum.
Sehingga, kepentingan kedua calon mempelai dalam menggunakan wali hakim
dapat terlindungi. Kedua, Kedudukan wali hakim sebagai pengganti dari wali
mujbir harus terlebih dahulu dilihat alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan
bukan syar’i.
Saran dari skripsi ini adalah hendaknya keutuhan dan keharmonisan dalam
keluarga merupakan impian masing- masing anggota keluarga, dimana antara
anak dengan orang tua menginginkan untuk dijauhkan dari perselisihan. Terkait
hal tersebut, jika anak perempuan akan menikah maka seorang ayah dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai wali nikahnya tanpa harus mengikuti proses
peradilan Agama yang nantinya menggunakan wali hakim. Kearifan orang tua
merupakan tauladan bagi anak- anaknya, sehingga dalam menjalani kehidupan
selalu mendapat karunia dan barokah. Dengan mengutamakan kebahagiaan anak,
hendaknya perkawinan anaknya dapat dilaksanakan secara sah dan di segerakan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]