• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    ANALISIS YURIDIS BATASAN UMUR ANAK DALAM TINDAK PIDANA MELARIKAN PEREMPUAN TANPA IZIN (Putusan MA No. 464 K/Pid/2006)

    Thumbnail
    View/Open
    Rr. Prita_01.pdf (171.5Kb)
    Date
    2013-12-18
    Author
    Rr. PRITA NASTITI TRISIANTI
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Tindak pidana merupakan perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Setiap terjadi tindak pidana pasti akan menimbulkan korban. Korban dari tindak pidana tidak hanya orang dewasa tapi juga anak-anak. Di Indonesia, untuk mengatakan seseorang masih anak-anak atau tidak terdapat kesulitan, dikarenakan adanya perbedaan pengertian mengenai anak pada tiap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan Pasal 332 ayat (1) ke-1 KUHP batasan umur untuk dikatakan sebagai seorang perempuan yang belum dewasa, pada KUHP mengacu pada Pasal 45 KUHP tetapi dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maka Pasal 45 KUHP tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi sehingga dalam kasus pada skripsi ini antara Jaksa Penuntut Umum, Hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung terjadi perbedaan dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan untuk menyatakan korban dalam kasus tindak pidana tersebut masih anak-anak atau bukan. Pada skripsi ini rumusan masalah yang dibahas ada dua rumusan masalah yaitu, Apakah sudah tepat jaksa dalam dakwaannya menyatakan korban sebagai anak, dan Apakah dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung mengabulkan Kasasi dari Jaksa Penuntut Umum sudah tepat dalam Putusan MA No. 464 K/Pid/2006. Tujuan penulisan adalah untuk menganalisis dapatkah korban dalam tindak pidana melarikan anak orang tanpa izin dalam perkara ini dianggap sebagai anak seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan MA No. 464 K/Pid/2006. Metode penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian yang menggunakan pendekatan bersifat yuridis normatif, pendekatan masalah pertama xiii menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) yaitu undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP), Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pendekatan kedua menggunakan studi kasus (case study) yaitu putusan Mahkamah Agung No. 464 K/Pid/2006. Bahan hukum yang digunakan ada dua yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang dapat diambil dari pokok bahasan yang diuraikan adalah dakwaan pada surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan korban sebagai anak tidak tepat karena, untuk menentukan batasan umur maksimal bagi korban tindak pidana tersebut seharusnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dasar pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 464 K/Pid/2006 menerima kasasi Jaksa Penuntut Umum dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa adalah tepat menggunakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena tujuan terdakwa melarikan korban yaitu untuk memilikinya baik dengan pekawinan sudah tercapai. Mengenai seorang yang akan melangsungkan perkawinan sebelum berumur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tuanya. Sehingga Pasal 332 ayat (1) ke-1 dalam kasus terbukti. Saran dari penulis, Jaksa Penuntut Umum untuk menentukan batasan maksimal korban tindak pidana dalam kasus tersebut seharusnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bukan mengacu pada pendapat pakar, sebab undang-undang merupakan bahan hukum primer yang autoritatifnyanya lebih tinggi untuk digunakan sebagai acuan dari pada bahan hukum sekunder (pendapat pakar). Dalam dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung sebaiknya lebih memperhatikan pertimbangan dengan dasar hukum dan pertimbangan dengan dasar non hukum sebelum menerima kasasi dari Jaksa Penuntut Umum. Sehingga putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Mahkamah Agung kepada terdakwa dapat dirasa adil baik bagi terdakwa maupun korban.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/10056
    Collections
    • UT-Faculty of Law [6287]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository