Penerapan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Anak (Putusan Pengadilan Nomor 118/Pid.Sus/2018/PN.Kng)
Abstract
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus di tingkatkan
sumber daya manusianya dan salah satu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang
harus dijaga, karena itu sebagai kewarganegaraan yang baik, negara harus
menjamin hak-hak serta kehidupannya yang dilindungi negara. Perlindungan yang
diberikan kepada Negara oleh warganya itu seperti perlindungan hukum, jaminan
atas keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan kedamaian atas segala bentuk
ancaman dari pihak-pihak yang ingin melakukan tindak pidana kepada warga
khususnya anak. Bukti dalam kehidupan sehari-hari salah satunya negara
menjamin perlindungan hukum bagi warganya khususnya anak adalah membuat
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut Undang-
Undang Perlindungan Anak). Kejahatan yang marak terjadi dilingkungan sekitar
dengan sasaran anak merupakan salah satu kejahatan kesusilaan yang meliputi
pencabulan, persetubuhan. Pencabulan yang dilakukan oleh orang dewasa terdapat
dalam Putusan Pengadilan Nomor 118/Pid.Sus/2018/PN.Kng, dari Putusan ini
penulis tertarik menganalisa apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
kepada korban anak dapat dipandang sebagai teori perbuatan berlanjut. Selain itu
penulis menganalisa pertimbangan hakim yang dijatuhkan kepada terdakwa sesuai
apa tidak dengan fakta dipersidangan yang telah mengakui perbuatan cabul
sebagai seorang ayah tiri dan tidak keberatannya semua keterangan saksi yang
telah ditampilkan dipersidangan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah penelitian hukum
normatif yang didasarkan pada literatur atau pustaka yang merupakan bahanbahan
hukum. Metode atau cara yang digunakan dalam penelitian skripsi ini ialah
pendekatan perundang-undangan, buku-buku hukum serta jurnal-jurnal hukum
yang digunakan untuk melakukan telaah atas isu hukum yang telah ditetapkan,
hasil dari telaah hukum tersebut kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang
merupakan jawaban dari isu hukum.
Hasil penilitian terhadap rumusan masalah pertama yaitu dalam
pembuktian dipersidangan, keterangan saksi dan terdakwa sendiri mangakui
bahwa telah mencabuli korban yang bernama NHN lebih dari sekali, tepatnya
xiii
sebanyak 3 kali yang diingat. Bahwa menurut penulis, perbuatan terdakwa
termasuk perbuatan berlanjut karena perbutan terdakwa hanya satu jenis tindak
pidana. Serta semua syarat dari perbuatan berlanjut telah terpenuhi yang pertama
yaitu pencabulan dilakukan oleh terdakwa terhadap korban dilandaskan oleh satu
keputusan kehendak yaitu nafsu dan keputusan kehendak ini yang menjadi
motivasi atau pendorong timbulnya niat untuk melakukan tindak pidana. Kedua
yaitu terdakwa hanya melakukan 1 jenis tindak pidana yaitu pencabulan, tidak ada
tindak pidana lain, jika terdakwa melakukan tindak pidana lainnya selain
pencabulan, maka tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan berlanjut, akan tetapi
sebagai perbarengan perbuatan. Syarat terkahir yaitu jangka waktu perbuatan yang
dilakukan terdakwa tidak terlalu lama. Kesimpulan dari rumusan masalah kedua
yaitu Putusan hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 10 (sepuluh)
tahun terhadap terdakwa kurang tepat jika dilihat dari Undang-Undang
Perlindungan Anak karena dilihat dari fakta persidangan ada Pasal pemberat yang
bisa jadi pertimbangan hakim untuk menentukan putusan yang adil dan setimpal
terhadap terdakwa yang bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku
tindak pidana pencabulan terhadap anak di Indonesia. Terdakwa lebih tepatnya
dikenakan dengan Pasal 76 E Jo Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Perlindungan Anak, terkait dengan unsur “hubungan keluarga” ditambah 1/3
(sepertiga) didalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016
sebagaimana dakwaan penuntut umum sesuai dengan fakta dilapangan terdakwa
merupakan ayah tiri dari korban yang seharusnya mejaga dan melindungi korban.
Hal ini juga tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak yang secara filosofi adalah untuk memberikan perlindungan
terhadao korban dan memberikan efek jera terhadap pelaku dengan adanya
ancaman pidana yang terberat didalamnya.
Saran penulis dalam skripsi ini yang Pertama yaitu PU harus lebih teliti
dan jeli dalam menganalisa perbuatan terdakwa yang dilakukan sekali atau
berkali-kali karena dalam fakta dipersidangan perbuatan terdakwa masuk kedalam
kategori perbuatan berlanjut. Jika PU tidak teliti akan mengakibatkan kerugian
dari pihak korban itu sendiri. Kedua, Hakim seyogyanya lebih teliti, cermat, dan
lengkap saat membuat tuntutan dalam surat dakwaan sesuai Pasal 143 KUHAP
karena tuntutannya bisa menentukan nasib terdakwa sekaligus korban. Hakim
xiv
seharusnya mengkaitkan tindakan terdakwa dengan Undang-Undang yang dapat
dikenakan dalam membuat surat dakwaan karena berakibat pada lamanya
penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang dirasa kurang tepat terhadap kerugian
yang telah dialami korban (anak) dapatkan apalagi korban adalah anak tiri dari
terdakwa yang sudah tinggal serumah selama 8 (delapan) tahun.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]