Pelaksanaan Balik Nama Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Dalam Jual Beli Tanah
Abstract
Tanah merupakan satu kesatuan dari bumi, tanah adalah sumber daya alam
yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang telah diciptakan seluruh umat
manusia terutama kepada bangsa Indonesia, tanah pula yang telah memberikan
sumber kehidupan dan penghasilan guna memenuhi kebutuhan dan memberikan
kemakmuran bagi rakyat Indonesia sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 yang
terdapat pada Pasal 33 ayat (3) berbunyi “bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat. Tanah juga merupakan kebutuhan pokok (primer)
manusia, karena sebagian besar kehidupan tergantung pada tanah, kebutuhan
masyarakat akan pentingnya tanah maka dapat diketahui bahwa tanah tidak hanya
dapat digunakan sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian sehari-hari
namun juga sebagai sarana pembangunan sehingga membuat tanah memiliki nilai jual yang semakin tinggi dan ekonomis untuk diperjualbelikan. Selain itu tanah
juga harus didaftarkan kepemilikan haknya yaitu pendaftaran tanah. Indonesia
telah menetapkan undang-undang yaitu undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disahkan tanggal 24 September
1960. Pada proses pembelian properti dari pemilik lain, upaya balik nama
sertipikat ternyata merupakan hal penting dan sensitif. Masalahnya seringkali
terjadi kasus seperti hak kepemilikan atas tanah atau bangunan yang berujung
sengketa antara penjual dan pembelinya. Parahnya, kasus sengketa tersebut tidak
hanya terjadi kepada mereka yang tidak saling kenal saja, tetapi juga yang
memiliki hubungan keluarga atau saudara. Di mana yang menjual dan membeli
memiliki hubungan kekeluargaan.
Penulis merumuskan dua rumusan masalah yaitu : Pertama, Mekanisme
terjadinya pelaksanaan balik nama sertipikat hak milik atas tanah dalam jual beli
tanah; kedua, Bagaimana akibat hukum jika tidak melakukan balik nama
sertipikat hak milik atas tanah dalam jual beli tanah. Dalam menyelesaikan skripsi
ini, penulis menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan
pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder dimana penulis mengumpulkan bahan hukum dan analisa bahan
hukum sebagai langkah dalam menulis skripsi ini.
Pembahasan dalam skripsi ini adalah pertama terkait proses atau mekanisme
pelaksanaan balik nama sertipikat hak milik atas tanah dalam jual beli tanah,
kedua akibat hukum jika tidak melakukan balik nama sertipikat hak milik atas
tanah dalam jual beli tanah.
Kesimpulan Mekanisme Pelaksanaan Balik Nama Sertipikat Hak Milik Atas
Tanah Dalam Jual Beli Tanah, sesuai dengan ketentuan undang-undang
pertanahan, maka jual beli (peralihan hak) yang menyangkut tanah harus
dilakukan dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Untuk tanah
yang telah bersertipikat, apabila terjadi transaksi jual beli antara penjual dan
pembeli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka selanjutnya
akan dilakukan proses balik nama, yang dimaksud adalah merubah status
kepemilikan dari penjual sebagai pemilik tanah sebelumnya kepada pembeli
sebagai pemilik tanah yang baru. Pada dasarnya balik nama atau peralihan hak
menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ayat (1) peralihan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Pasal 37 ayat (2) dalam keadaan
tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan
dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di
antara perorangan Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang
tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut
kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang
bersangkutan. Akibat hukum jika tidak melakukan balik nama sertipikat hak milik
atas tanah dalam jual beli tanah, memiliki banyak resiko yang berakibat lemah
hukumnya kepemilikan atas tanah tersebut bahkan pembeli akan kehilangan hak
atas tanah tersebut. Kontruksi hukum sertipikat hak atas tanah dan kekuatan
pembuktiannya dapat dicermati dalam beberapa ketentuan perundangan. Didalam
13
Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
atau disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di dalam Pasal 19 ayat
(1) dan ayat (2).
Saran, Jual beli tanah seharusnya dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan
yang berlaku, pembeli harus segera melakukan proses balik nama pada sertipikat
hak atas tanah yang telah dibelinya agar tidak timbul sengketa. Jika menunda
proses balik nama sertipikat dalam jual beli memiliki banyak resiko dan berakibat
lemah hukumnya kepemilikan atas tanah tersebut bahkan pembeli akan
kehilangan hak atas tanah tersebut, sebelum menjual tanahnya penjual harus
melunasi pembayaran Pajak Penghasilan (Pph) harga jual x 2,5 persen.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]