dc.description.abstract | Pesatnya laju arus perkembangan zaman dalam dekade terakhir ini semakin
menyamarkan batas nonfisik antar negara, bahkan banyak kalangan beranggapan
jika hal tersebut cenderung tanpa batas borderless state). Hal yang demikian tentu
turut membawa dampak yang signifikan bagi setiap lini kehidupan. Dampak yang
paling terlihat nyata adalah cepatnya mobilisasi informasi. Hal tersebut pulalah
yang menjadi cikal bakal tumbuhnya industri 4.0, dimana terdapat akulturasi antara
sistem industri konvensional dengan teknologi digital. Perkembangan yang
demikian, disebut-sebut sebagai salah satu konsekuensi nyata dari adanya
globalisasi. Fakta itu pula yang terjadi di Indonesia, bahkan hampir seluruh
kalangan masyarakat memburu informasi yang khususnya adalah pebisnis. Sebab,
pada asumsinya siapa saja yang mampu menguasai informasi akan lebih berpeluang
menjadi yang terdepan. Dalam mobilisasi informasi, internet menjadi hal yang
mutlak dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab internet menjadi motor utama dalam
menghubungkan satu subjek dengan subjek yang lain melalui dunia maya. Namun
seiring dengan berkembangnya waktu, kemajuan zaman ini turut membawa
dampak negatif yang tidak banyak disadari oleh masyarakat terutama di Indonesia.
Sebab, selama ini vendor yang membantu masyarakat dalam menemukan informasi
dapat mengangkut pendapatan yang sangat besaar atas kegiatan operasionalnya di
Indonesia namun tidak dapat dikenai pajak. Mereka adalah perusahaan Over The
Top atau perusahaan yang menyediakan layanan atau aplikasi berbasis internet,
misalnya adalah Google, Amazon, WhatsApp, Instagram, YouTube, dan lain-lain.
Hal yang demikian dapat terjadi dikarenakan oleh adanya kekosongan aturan
mengenai perpajakan di Indonesia, sehingga mereka tidak tergolong sebagai subjek
wajib pajak di Indonesia. Padahal di sisi lain perusahaan yang serupa dengan
perusahaan Over The Top yaitu perusahaan dengan bentuk Bentuk Usaha Tetap
(BUT) terdaftar resmi sebagai perusahaan yang legal sebagai subjek wajib pajak
sekaligus Investor asing di Indonesia. Hal yang demikian seakan tidak
mencerminkan amanat dari liberalisasi ekonomi yaitu prinsip Most Favoured
Nation yang dianut hampir di seluruh negara di dunia. Maka berdasarkan latar
belakang tersebut, penulis hendak mengkaji tentang penerapan prinsip Most
Favoured Nation terhadap perusahaan Over The Top di Indonesia dalam skripsi
dengan judul: Penerapan Prinsip Most Favoured Nation Pada Perusahaan Over
The Top dalam Kegiatan Investasi di Indonesia. | en_US |