dc.description.abstract | Sifat penjatuhan pidana adalah penderitaan yang dijatuhkan bagi mereka
yang dianggap bersalah melakukan tindak pidana, meskipun demikian sanksi
pidana tidak hanya bertujuan memberikan rasa derita. Undang-undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menentukan sanksi tersendiri terhadap anak
yang melakukan tindak pidana yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan yang
berbeda dengan ketentuan KUHP sebagai wujud dari perlindungan yang bersifat
khusus terhadap anak. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 17
K/Pid.Sus/2007 Hakim Mahkamah Agung yang berwenang memeriksa perkara
tersebut telah menjatuhkan tindakan kepada para terdakwa berupa mengembalikan
kepada orang tua dan dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan, hal tersebut pada
hakikatnya bertujuan untuk menghukum atas suatu tindak pidana yang telah
dilakukan oleh anak tersebut dan untuk memberikan kepentingan yang terbaik
bagi anak (the best interest of the child). Kepentingan terbaik bagi anak adalah
prinsip yang seharusnya melandasi setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan
oleh siapa pun termasuk oleh hakim yang menjatuhkan putusan atas suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh anak.
Skripsi ini terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu, bagaimana
perlindungan hukum bagi hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana, dan apakah
dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan tindakan pada Putusan MA No. 17
K/Pid.Sus/2007 sudah sesuai dengan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan
hukum terhadap hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana serta menganalisis
dan menelaah tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan tindakan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana.
Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode yuridis
normatif, pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang (statue
xiv
approach) yaitu Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
dan studi kasus (case study) yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 17
K/Pid.Sus/2007. Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
Kesimpulan dari pokok bahasan yang telah diuraikan adalah upaya
perlindungan hukum terhadap anak terbagi dalam beberapa tahap, yaitu tahap
penyidikan, tahap penuntutan, tahap persidangan dan tahap pemasyarakatan di
mana pada tahap-tahap tersebut terdapat hak-hak anak yang perlu mendapatkan
perhatian dan perlindungan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
dibedakan menjadi dua kategori pertimbangan yaitu pertimbangan hukum yang
bersifat yuridis dan pertimbangan hukum yang bersifat nonyuridis. Dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 17 K/Pid.Sus/2007 sudah sepenuhnya
menggunakan dan menerapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, hal tersebut merupakan upaya Mahkamah Agung semata-mata
sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana.
Saran dari penulis, agar proses peradilan lebih menerapkan dan mengakui
hak-hak anak guna mewujudkan perlindungan hukum bagi anak pelaku tindak
pidana. Ketentuan pidana dan tindakan dalam hukum pidana anak perlu dibuat
pedoman pelaksanaannya untuk menjadi pegangan hakim sehingga kepentingan
anak dapat terlindungi dengan lebih baik. | en_US |