Prinsip Kemanfaatan pada Akad Musyarakah Mutanaqishah
Abstract
Pembiayaan rumah menggunakan akad musyarakah mutanaqishah. Terdapat unsur kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset, yang akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain berkurang kepemilikannya. Bank syariah dan nasabah menyertakan modal atau dana dan dituangkan dalam kontrak kerjasama tersebut, kemudian nasabah akan membayar dengan cara mengangsur yaitu sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Pembayaran sewa juga wajib dilakukan nasabah sebagai bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah. Terdapat prinsip kemanfaatan pelaksanaan akad musyarakah mutanaqishah sebagai dasar perjanjian antara pihak bank syariah dengan nasabah dalam produk pembiayaan KPR Syariah. Rumusan masalah yang akan dibahas : (1) hukum di Indonesia dalam mengatur akad musyarakah mutanaqishah yang ada di bank syariah, dan (2) bentuk nyata kemanfaatan pada Akad Musyarakah Mutanaqishah. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, dengan sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisa bahan hukum secara deduktif yaitu analisa yang dibentuk dengan cara deduksi, yakni dimulai dari hal yang bersifat umum dan menuju kepada hal yang bersifat khusus. Pada perbankan syariah terutama pada pelaksanaan semua transaksi pasti berdasarkan hukum Islam dalam bentuk fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah, salah satunya penerapan pembiayaan akad musyarakah mutanaqishah. Akad musyarakah mutanaqishah merupakan perjanjian kerjasama untuk kepemilikan aset bersama dalam hal permodalan yang mana modal salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya, serta dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. Jika dihubungkan dengan prinsip utility atau prinsip kegunaan, akad musyarakah mutanaqishah memenuhi prinsip tersebut. Karena penerapan pembiayaan menggunakan akad musyarakah mutanaqishah bukan hanya merealisasikan kebahagiaan pelakunya, namun menjamin kebahagiaan terbesar yang akan kembali pada masyarakat. Dan juga memiliki konsekuensi yang secara menyeluruh paling baik bagi setiap pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pihak bank syariah dan pihak nasabah. Hasil penelitian dari penulisan ini bahwa pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqishah yang sudah pasti tidak bertentangan dengan syariat Islam, selain itu juga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada ketentuan yang ada didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, selain itu juga terdapat beberapa aturan diantaranya berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah yang memuat tentang ketentuan akad, serta rukun dan syarat musyarakah mutanaqishah. Dan juga Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang memuat hak dan kewajiban para mitranya serta Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Dan disebutkan dalam Pasal 26 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI ditindaklanjuti menjadi Peraturan Bank Indonesia, maka dari itu fatwa-fatwa tersebut berlaku sebagai hukum positif di Indonesia. Prinsip kemanfaatan dari pembiayaan musyarakah mutanaqishah sesuai dengan prinsip utility karena memberikan kemashlahatan umat dan prinsip tersebut dijadikan sebagai dasar moralitas. Dalam hukum Islam, musyarakah mutanaqishah memenuhi ketentuan tentang lima unsur pokok maqashid syari’ah jika dikaitkan dengan produk dan operasional perbankan syariah, bentuk nyata kemanfaatan dari musyarakah mutanaqishah terwujud karena melindungi lima unsur tujuan hukum yaitu melindungi agama, akal pikiran, jiwa, harta, dan keturunan. Kesimpulan yang diperoleh yaitu pertama, landasan hukum musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada ketentuan yang ada didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, selain itu juga terdapat beberapa aturan diantaranya Pembiayaan musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada ketentuan yang ada didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, serta Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kedua, pembiayaan menggunakan akad musyarakah mutanaqishah sudah terbukti sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist, dan juga sesuai dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional yang sudah pasti tidak bertentangan dengan syariat Islam, jadi untuk nasabah tidak akan khawatir terjadinya transaksi yang mengandung unsur gharar dan riba. Prinsip kemanfaatan pada akad musyarakah mutanaqishah terlihat dari terwujudnya tujuan hukum (maqashid syari’ah) yang merupakan unsur mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam kehidupan, baik untuk dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Sudah sesuai pula dengan prinsip utility atau prinsip kegunaan, karena para pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. Saat terdapat kerugian, maka akan dibagi sesuai porsi nisbah yang disepakati para pihak, jadi tidak akan ada pihak yang dirugikan karena sikap tranparansi dari awal pembuatan akad.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]