dc.description.abstract | Pada perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis pun tetap mengikat para
pihak, dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat.
untuk kemudahan pembuktian, acuan bekerja sama dan melaksanakan transaksi,
sebaiknya dibuat secara tertulis kasus yang terjadi Junaidi dengan Sukamto Handoko
yang pada awalnya adalah tentang kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan
perkebunan sawit seluas ± 240 ha (dua ratus empat puluh hektar) di Desa Pulau
Kabal, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir. Pada kerjasama tersebut,
perjanjian kerjasama hanya terjadi secara lisan saja. Pada bulan Februari 2011,
Junaidi telah mengeluarkan modal sebesar ± Rp409.051.569,00 (empat ratus
sembilan juta lima puluh satu ribu lima ratus enam puluh sembilan rupiah). Modal
yang telah dikeluarkan Junaidi sudah banyak, Junaidi pun meminta kepada Sukamto
Handoko agar kesepakatan secara lisan tersebut dituangkan secara tertulis dalam
bentuk Surat Perjanjian Kerjasama yang mana draftnya telah Junaidi siapkan dan
berikan kepada Sukamto Handoko untuk dikoreksi.. Hal ini juga dimaksudkan
menjadi Legal Problem apabila terdapat perbedaan pendapat dapat kembali mengacu
kepada perjanjian yang telah disepakati. Berdasarkan uraian diatas permasalahan
yang dibahas ada 3 (tiga) yaitu : Pertama, Apakah Perjanjian kerjasama secara lisan
mempunyai kekuatan mengikat para pihak Kedua, Apa bentuk perlindungan hukum
bagi pemilik modal dalam perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan
perkebunan sawit secara lisan yang dapat memberikan kepastian hukum. Ketiga,
Bagaimana dasar ratio decidendi putusan hakim perjajian kerjasama pemilik modal
yang dilakukan secara lisan.
Metode pada penulisan yang digunakan penulis adalah yuridis normatif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Undang – Undang,
pendekatan konseptual dan Pendekatan Kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Tujuan dalam penelitian adalah
untuk mengetahui memahami dan menguraikan perjanjian kerjasama dalam
pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara lisan telah sesuai dengan asas
kebebasan berkontrak, untuk mengetahui memahami dan menguraikan perjanjian
kerjasama secara lisan mempunyai kekuatan mengikat para pihak, untuk mengetahui
memahami dan menguraikan bentuk perlindungan hukum bagi pemilik modal dalam
perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan perkebunan sawit secara
lisan yang dapat memberikan kepastian hukum
Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Kekuatan hukum mengikatnya
perjanjian kerjasama secara lisan terhadap para pihak juga harus melihat pada moral
antara indvidu dan asas kepercayaan serta kejujuran antar pihak dalam melakukan
perbuatn hukum, perjanjian lisan tersebut diakui keberadaannya atau eksistensinya
oleh Penggugat maupun Tergugat namun ada ketidak sesuaian poin-poin atau isi dari
perjanjian tersebut, karena pihak Tergugat menyangkal isi perjanjian sebagaimana
Penggugat sampaikan di sidang pengadilan. Kedua, Bentuk perlindungan hukum
bagi pemilik modal dalam perjanjian kerjasama dalam pembukaan dan pengelolaan
perkebunan sawit secara lisan adalah dengan mengajukan upaya hukum ke
pengadilan yang tentunya harus didukung oleh bukti yang kuat atas apa yang
didalilkan dalam gugatan. Sangat jelas bahwa perjanjian lisan merupakan
kesepakatan tidak tertulis antara para pihak yang berisi hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya maka menurut Majelis Hakim
tingkat banding, antara kedua belah pihak tidak tercipta adanya “kesepakatan” yang
merupakan syarat sahnya perjanjian karena masing-masing pihak telah mengabaikan
hal-hal yang menjadi kewajiban. Dan sangat jelas bahwa perjanjian secara lisan
menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan menjadi sulit ketika timbul
sengketa atau ketidaksesuaian pendapat. Ketiga, Perjanjian lisan mempunyai
konsekwensi kekuatan hukum yang mengikat yang diikuti perlindungan hukum bagi
para bagi para pihak tentunya kepada syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320
KUHPer. Demikian halnya dengan perjanjian lisan juga mempunyai konsekwensi
hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bahkan dapat menjadi batal
demi hukum manakala perjanjian lisan tersebut tidak diakui oleh salah satu pihak
yang membuat perjanjian maupun tidak adanya kesesuaian atau kesepakatan
terhadap isi perjanjian yang disangkal oleh salah satu pihak.
Berdasarkan dari hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain ;
Pertama, Hendaknya setiap orang dapat menjalankan dan memahami hak dan
kewajibannya masing-masing dalam suatu bingkai perjanjian dan melihat moral serta
asas kepercayaan serta kejujuran antar individu, sehingga tidak timbul perbuatan
yang merugikan dalam bentuk wanprestasi. Demikian halnya dengan perjanjian lisan.
Kedua. Hendaknya pihak penggugat dapat mempersiapkan bukti-bukti yang baik dan
kuat sehingga dapat menguatkan gugatannya di pengadilan. Demikian halnya dengan
tergugat dapat mempersiapkan bukti-bukti di persidangan untuk menyangkal gugatan
di persidangan untuk membuktikan ia tidak bersalah melakukan wanprestasi.Oleh
karena itu, pemahaman hak dan kewajiban serta pelaksanaannya dengan baik dan
benar akan membawa keseimbangan perjanjian bagi kedua belah pihak. Ketiga,
Hendaknya pada semua masyarakat agar terlebih berhati - hati dalam melakukan
perbuatan hukum, akan baiknya dituangkan dalam bentuk tulisan dan lebih berfikir
lagi dalam melakukan kesepakatan secara lisan. | en_US |