Show simple item record

dc.contributor.advisorM. KHOIDIN
dc.contributor.advisorDYAH OCHTORINA SUSANTI
dc.contributor.authorHERMAWAN, Renal Shendra
dc.date.accessioned2019-09-16T08:40:14Z
dc.date.available2019-09-16T08:40:14Z
dc.date.issued2019-09-16
dc.identifier.nim140720201015
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92794
dc.description.abstractSebagai lembaga intermediary keuangan, bank syari’ah memiliki kegiatan utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang menggunakan prinsip wadi’ah yand dlamanah (titipan), dan mudharabah (investasi bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim, seperti skim jual beli/alba’i (murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah), dan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni fee based service, seperti hiwalah (alih utang piutang), rahn (gadai), qard (utang piutang), wakalah (perwakilan, agency), kafalah (garansi bank). Untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut, bank harus melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential). Berdasarkan prinsip tersebut, bank syari’ah menerapkan sistem analisis yang ketat dalam penyaluran dananya melalui pembiayaan, di antaranya dengan mempersyaratkan adanya jaminan bagi pihak nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan, termasuk pembiayaan yang menggunakan skim mudharabah. Mudharabah sebagai akad kerjasama antara dua pihak yaitu pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syariah) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis menidentifikasikan beberapa rumusan masalah antara lain : (1) Apa prinsip-prinsip pengikatan yang terdapat pada jaminan kebendaan dalam pembiayaan mudharabah ; (2) Apa bentuk pengikatan terhadap jaminan kebendaan dalam pembiayaan mudharabah ; dan (3) Bagaimanakah konsep pengaturan ke depan dalam pengikatan terhadap jaminan kebendaan pada pembiayaan mudharabah. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam penelitian tesis ini menggunakan dua macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch). Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan metode atau cara dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan. Bab 2 Tinjauan Pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang teori dan pengertian-pengertian yuridis yang relevan dalam penulisan tesis ini. Bab 3 adalah kerangka konseptual yang menguraikan bagan terkait permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam bab 4 disebutkan hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Prinsip-prinsip pengikatan yang terdapat pada jaminan kebendaan dalam pembiayaan mudharabah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian (prudential principle) dengan menggunakan al-aqd at-tabi` (perjanjian tambahan). Akad mudharabah menimbulkan hak dan kewajiban bagi bank syari`ah dan mudharib, mengingat akad pembiayaan ini memiliki resiko tinggi, sehingga bank syari`ah harus melaksanakan prinsip-prinsip kehati-hatian (prudential principle). Perjanjian jaminan dalam perbankan syariah merupakan al-aqd at-tabi` (perjanjian tambahan) mengingat pembiayaan mudharabah beresiko tinggi, maka diperbolehkan diikuti dengan perjanjian jaminan sebagaimana disebutkan dalam Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 6 Tahun 2000 dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 115/DSNMUI/ IX/Tahun 2017 Tentang Akad Mudharabah. Terkait demikian dapat dikemukakan bahwa prinsip pengikatan terhadap jaminan kebendaan dalam pembiayaan mudharabah. Kedua, Bentuk pengikatan terhadap jaminan kebendaan dalam pembiayaan mudharabah dapat berupa gadai, hak tanggungan, fidusa, dan resi gudang. Jaminan berfungsi sebagai salah satu langkah untuk melindungi dana masyarakat agar tidak hilang begitu saja akibat keteledoran dari mudharib. Ini merupakan suatu prinsip kehati-hatian yang diharuskan oleh manajemen dalam pembiayaan. Bagi nasabah, jaminan berfungsi sebagai cerminan rasa tanggung-jawab atas usaha yang dibiayaai oleh Perbankan Syariah sehingga diharapkan dapat menjalankan usahanya dengan keseriusan. Ketiga, Konsep pengaturan ke depan dalam pengikatan terhadap jaminan kebendaan pada pembiayaan mudharabah yaitu perlu ditingkatkan lagi kemampuan pihak bank dalam mengoperasionalisasikan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, khususnya pembiayaan mudharabah dengan jaminan kebendaan. Selain itu perlu adanya suatu peraturan perundang– undangan khusus bagi jaminan pada perbankan syari’ah, yang mampu menjadi payung tunggal bagi kegiatan perbankan syari’ah di Indonesia. Mengingat selama ini undang–undang yang ada masih bercampur menjadi satu dengan perbankan konvensional, dan hal ini menjadikan perbankan syari’ah belum terlalu bebas mengembangkan kemampuan dan pemikiran terkait dengan produk–produk perbankan syari’ah. Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain : Kepada pemerintah hendaknya melakukan modifikasi dalam bidang muamalah sangat dimungkin kan asalkan sesuai dengan maqasid asy-syariah yang berisi maksud atau tujuan dari disyariatkan hal tersebut. Guna mencapai tujuan itu, syariat Islam ada yang bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai kebutuhan. Ketentuan tentang muamalah khususnya yang menyangkut masalah perbankan kemungkinan untuk diijtihadkan sesuai kebutuhan zaman. Kepada Bank syariah hendaknya tidak hanya dituntut untuk menghasilkan keuntungan melalui setiap transaksi komersial saja, tetapi juga dituntut untuk mengimplementasikan nilai-nilai syariah yang sesuai dengan Al Qur’an dan eksistensi bank syariah tidak bisa terlepas dari ketentuan perbankan pada umumnya seperti ketentuan tentang prinsip kehatihatian, rahasia bank dan lembaga jaminan. Konsep Hypotek, hak tanggungan, fiducia, resi gudang, dan gadai, telah tercakup dalam rahn. Bank syariah seharusnya menerapkan lembaga jaminan rahn saja sebagai salah satu lembaga jaminan disamping kafalah. Prinsip Kaffah juga harus diterapkan pada kembaga penyelesaian sengketa. Kepada nasabah pembiayaan mudharabah, hendaknya dapat memahami dengan penyertaan jaminan, Perbankan Syariah bukanlah dalam rangka mencari keuntungan dengan menjual aset jaminan. Pengadaan jaminan disertakan demi kebaikan bersama. Nasabah juga diharapkan menghindari moral yang negatif dalam menjalankan kerja-sama mengingat dana yang dikeluarkan untuk nasabah bukanlah dana Lembaga Keuangan Syariah pribadi.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectJaminan Kebendaanen_US
dc.subjectPembiayaan Mudharabahen_US
dc.subjectPerbankan Syariahen_US
dc.titlePengikatan Jaminan Kebendaan dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariahen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record