Show simple item record

dc.contributor.advisorSUSANTI, Dyah Ochtorina
dc.contributor.advisorWIDIYANTI, Ikarini Dani
dc.contributor.authorWICAHYA, Gita
dc.date.accessioned2019-08-19T02:01:03Z
dc.date.available2019-08-19T02:01:03Z
dc.date.issued2019-08-19
dc.identifier.nimNIM140710101236
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91883
dc.description.abstractPerkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini. Suatu perkawinan baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syaratnya. Apabila salah satu rukun atau syarat tidak terpenuhi, maka perkawinan tersebut bisa dianggap batal. Salah satu syarat atau rukun perkawinan tersebut adalah mahar (maskawin). Mahar sendiri terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu: mahar musamma adalah mahar yang jumlah atau bentuknya telah ditetapkan pada saat akad, dan mahar mitsil adalah mahar yang jumlah atau bentuknya ditetapkan sebelum ataupun ketika terjadinya perkawinan yang ditentukan oleh keluarga pihak perempuan. Mahar mitsil disini seringkali dianggap memberatkan pihak laki-laki yang status sosialnya dibawah dari pihak keluarga perempuan. Karena itu penulis ingin mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul “Pemberian Mahar yang Tidak Diucapkan ( Mahar Mitsil) Kepada Calon Isteri Dalam Perkawinan”. Permasalahan dalam skripsi ini adalah hukum islam apakah mengatur tentang pemberian mahar mitsil kepada calon isteri dalam perkawinan dan pemberian mahar mitsil kepada calon isteri dalam perkawinan apakah tidak bertentangan dengan Pasal 31 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi Ilmu Hukum dan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember. Sebagai sarana untuk menerapkan Ilmu Hukum yang telah diperoleh dalam perkuliahan dengan praktik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, serta untuk memberikan kontribusi pemikiran yang berguna khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember dan bagi masyarakat pada umumnya.Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach).Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisa bahan hukum sebagai langkah terakhir. Tinjauan pustaka dari skripsi ini membahas yang pertama mengenai perkawinan, pengertian perkawinan, dan syarat sahnya perkawinan, yang mana pengertian-pengertian ini dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia. Kedua mengenai mahar, pengertian mahar, syarat-syarat mahar dan macam-macam mahar,, yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia, serta yang berada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kemudian yang ketiga mengenai mahar mitsil, pengertian mahar mitsil, dan mahar mitsil menurut hukum islam, yang dikutip oleh penulis dari beberapa sumber bacaan maupun perundang-undangan yang ada di Indonesia, serta yang berada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup yang pertama, yakni tentang pengaturan pemberian mahar yang tidak diucapkan ( mahar mitsil) dalam Hukum Islam, diperbolehkan dalam Hukum Islam bahwa pada waktu ijab qabul tidak mengucapkan jumlah atau bentuk mahar karena mahar sendiri bukanlah suatu syarat sah atau rukun dari perkawinan itu sendiri, kemudian pembahasan yang kedua adalah pemberian mahar yamg tidak diucapkan (mitsil mitsil) tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 31 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam selama pihak mempelai pria sepakat dalam jumlah penentuan mahar yang diminta oleh keluarga pihak perempuan. Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pemberian mahar mitsil yang terlalu tinggi hingga memberatkan pihak laki-laki tidak dibenarkan. Karena meskipun hukum islam sendiri tidak mengatur jelas tentang suatu batasan mahar, hukum islam sendiri tidak membenarkan bahwa mahar dapat memberatkan pihak laki-laki. Karena dalam Al-Qur’an maupun Hadist telah dijelaskan bahwa sebaik-baiknya mahar adalah mahar yang paling murah. Pada Pasal 31 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam pun telah dijelaskan bahwa penetapan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh Agama Islam. Maka dari itu boleh masyarakat Indonesia masih memegang teguh kebiasaan dari adat setempat, namun janganlah memberatkan suatu perkawinan dari keluarga ataupun anak dengan mematok mahar yang terlalu tinggi karena hanya adanya faktor gengsi maupun matrealisme.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101236;
dc.subjectMahar Yang Tidak Diucapkanen_US
dc.subjectMahar Mitsilen_US
dc.subjectCalon Istrien_US
dc.subjectPerkawinanen_US
dc.titlePemberian Mahar Yang Tidak Diucapkan (Mahar Mitsil) Kepada Calon Istri Dalam Perkawinanen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record