dc.description.abstract | HAKI atau Intellectual Property Rights adalah hak hukum yang bersifat eksklusif (khusus) yang dimiliki oleh para pencipta/penemu sebagai hasil aktivitas intelektual, berupa hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta hasil penemuan (invensi) di bidang teknologi. Merek bagian dari HAKI. Terdapat merek dagang, merek jasa dan merek kolektif. Pengaturan merek sekarang diatur di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi, Pelanggaran mereknya yaitu pemboncengan reputasi (passing off), perbuatan curang dengan membonceng ketenaran merek orang lain, kecurangan di dunia bisnis ini di dalam sistem common law disebut tort, hal ini bertentangan dengan iktikad baik karena perbuatan tersebut melanggar hukum. Terkait uraian tersebut permasalahan yang di bahas ada tiga (3) yaitu pertama, apakah pemboncengan reputasi (passing off) merupakan perbuatan melanggar hukum?, kedua, bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku pemboncengan reputasi (passing off)?, ketiga, bagaimana pengaturan kedepan tentang pemboncengan reputasi (passing off)?. Metode penelitian yaitu yuridis normatif. Pendekatan menggunakan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Bahan sumber hukum yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Fungsi Merek sebagai tanda yang dapat menunjukkan identitas barang atau jasa, guna menjadi pembeda suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dihasilkan oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum dengan barang atau jasa yang sejenis milik orang lain. Jenis merek yaitu merek biasa, merek terkenal dan merek termasyhur. Persyaratan dan pendaftaran Merek harus di penuhi sesuai dengan undang-undang oleh pemohon pendaftaran merek. Terkait perlindungan hukumnya yaitu perlindungan hukum preventif, bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, dalam hal ini pihak yang mendaftarkan mereknya akan mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum represif, bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh peradilan umum dan peradilan administrasi di Indonesia. Di Indonesia menganut sistem konstitutif (first to file) untuk kepastian dan perlindungan hukum pemilik merek, yang dimana sesuai dengan tata cara pendaftaran sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Apabila terjadi pelanggaran merek yaitu pemboncengan reputasi (passing off) maka telah melanggar hukum merek, yaitu memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek milik orang lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pelaku passing off tidak beriktikad baik dalam mendaftarkan mereknya. Penulis mengambil contoh kasus yaitu contoh merek dagang “Sinar Laut” putusan No.196/K/PDT.SUS/2011, “BMW” putusan No.29 PK/Pdt.Sus-HKI/2016 dan “Karisma dan Krisma” No.031/K/N/HAKI/2005 dimana merek-merek tersebut erat kaitannya dengan passing off. Hasil pembahasan bahwa pertama, passing off merupakan perbuatan melanggar hukum. Unsur melanggar hukum yaitu melanggar UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, unsur kesalahan yaitu kesengajaan dengan sadar bahwa perbuatannya merugikan orang lain guna menguntungkan diri sendiri, unsur hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yaitu kerugian yang muncul akibat ulah pelaku passing off terhadap pemilik merek asli, bisa kerugian materiil maupun immateriil, dan unsur adanya kerugian yaitu pemilik merek asli merugi secara omset yang menurun, kekecewaan pelanggan karena merek dianggap masih satu produksi, mutu barang dapat menurun dan reputasi bisa tercemar. Kedua, Terkait pertanggungjawaban pelaku perbuatan pemboncengan reputasi (passing off) adalah liability based on fault (prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan). Hal ini terkait dengan unsur-unsur onrechmatigdaad (perbuatan melawan hukum). Pertanggungjawaban dapat dilakukan penghapusan dan pembatalan merek (Pasal 72 s.d Pasal 79 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis), gugatan merek (Pasal 83 dan 84) lalu juga denda dan penjara (Pasal 100 s.d 102). Ketiga, pengaturan ke depan (ius constituendum) tentang passing off di Indonesia harus diatur di UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis secara lebih jelas lagi terkait pengaturan definisi merek terkenal, kriteria merek terkenal, bukti-bukti menunjukkan keterkenalan suatu merek, melengkapi elemen passing off , dan penjelasan khusus terkait apa itu reputasi, reputasi pemilik usaha dan merek itu sendiri. Berdasar hasil pembahasan tersebut penulis memberikan saran bahwa pertama, untuk pembentuk peraturan perundangan-undangan, pengaturan mengenai definisi merek terkenal harus diperjelas lagi, pengaturan mengenai elemen-elemen passing off, pedoman yang harus dibuktikan pemilik merek terkenal dalam mengajukan gugatan passing off. Kedua, untuk Dirjen HKI, lebih cermat dalam mengabulkan pendaftaran permohonan merek di Indonesia terutama pemeriksaan substantif. Ketiga, untuk hakim berpedoman pada aliran rechtsvinding (penemuan hukum) bila peraturan passing off belum lengkap, yaitu dengan menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang memiliki arti luas, perjanjian-perjanjian dan konvensi internasional. | en_US |