Show simple item record

dc.contributor.authorPUJIANTI, Nufita Yuniar
dc.date.accessioned2018-12-19T03:06:19Z
dc.date.available2018-12-19T03:06:19Z
dc.date.issued2018-12-19
dc.identifier.nim140720201062
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/89089
dc.description.abstractNotaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Dijelaskan lebih lanjut dalam konsiderans menimbang huruf C, yaitu bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat. Adanya inkonsistensi penyebutan pengusaha pada Notaris sebagai pejabat umum untuk diberi sebutan “Pengusaha” dalam kaitan dengan pengukuhannya sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang pada dasarnya dapat dipahami dan dimengerti terutama bila dikaitkan dengan kedudukan/status pekerjaannya sebagai pejabat umum. Namun bagi Direktorat Jenderal Pajak sebaliknya timbul suatu kesulitan yuridis untuk menggunakan istilah lain, selain istilah/sebutan PKP bagi para Notaris yang dikukuhkan, karena Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai hanya mengenal satu sebutan saja untuk subyek Pajak Pertambahan Nilai baik dalam kedudukan sebagai pedagang/ industriawan/importir/pabrikan maupun Pengusaha Jasa yaitu sama-sama disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu istilah PKP sudah merupakan istilah baku dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Jasa hukum yang seharusnya melayani segala macam lapisan masyarakat untuk memperoleh keadilan dan perlindungan hukum namun tetap dibebankan dengan pungutan PPN. Bila masyarakat kecil dan tidak mampu yang menggunakan jasa Notaris tetap dibebankan PPN, apakah hal ini tidak semakin menambah beban masyarakat yang sedang mengupayakan mendapat keadilan dan kepastian hukum. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis menidentifikasikan beberapa rumusan masalah antara lain : (1) Apakah Notaris dapat dikualifikasikan sebagai pengusaha kena pajak ; (2) Apakah jasa Notaris merupakan kegiatan usaha terkait dengan jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat ; dan (3) Bagaimana pengaturan ke depan terhadap Notaris dalam pemenuhan PPN ? Tipe penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam penelitian tesis ini menggunakan dua macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch). Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan metode atau cara dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan. Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Penandatanganan akta otentik yang tidak dilakukan dihadapan notaris dapat membawa Notaris tidak dapat dikualifikasikan sebagai pengusaha kena PPN/BM karena notaris bukan merupakan profesi tetapi merupakan pejabat, selain itu klien notaris bukan merupakan konsumen, sehingga dengan demikian jasa di bidang kenotariatan tidak termasuk dalam jenis jasa dikenakan PPN dan PPnBM. Kedua, Jasa notaris tidak termasuk dalam kegiatan usaha, karena notaris adalah pejabat yang menjalankan jabatannya. Notaris bukan merupakan pengusaha dan kliennya bukan konsumen, sehingga jasa yang diberikan tidak seperti profesi yang lain. Dengan demikian, jasa notaris tidak dapat dikenakan PPH. Ketiga, Pengaturan ke depan bahwa jasa notaris dimasukkan ke dalam kategori jasa pelayanan tertentu yang tidak dikenakan PPN. Hal tersebut karena pelayanan yang diberikan oleh Notaris sebagai Pejabat Umum/tidak sama dengan jasa hukum yang diberikan oleh praktisi dalam bidang hukum yang lainnya, maka seharusnya pelayanan Notaris dimasukkan ke dalam jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana yang juga diberikan terhadap beberapa jenis jasa lainnya. Terkait demikian kedepannya diperlukan sebuah keseragaman kebijakan mengenai pemungutan PPN terhadap jasa Notaris. Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain : Sebaiknya jabatan notaris dikecualikan dalam objek PPN. Jasa hukum notaris dikecualikan sebagai obyek PPN, hal ini dikarenakan jasa hukum yang diberikan oleh Notaris adalah jasa hukum publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak guna mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Jasa notaris bukan tidak termasuk dalam kegiatan usaha, karena notaris bukan merupakan pengusaha dan kliennya bukan konsumen. Pemerintah dan DPR perlu merevisi atau membuat regulasi yang lebih menjamin kepastian hukum dalam hal membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah, dikarenakan Undang-Undang Jabatan Notaris pada Pasal 1 ayat 1 memberi pengertian Notaris adalah Sebagai Pejabat Umum, sedangkan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai pada pasal 3A ayat 1 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 menggolongkan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pengusaha, hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan penafsiran oleh Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hendaknya Notaris bekerjasama dengan instansi pemerintah yang terkait seperti Kantor Dirjen Pajak, KPP dan Kantor akuntan dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi yang terintegrasi dan secara rutin mengenai perpajakan Notaris, pencatatan dan pembukuan Notaris.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPajak Pertambahan Nilaien_US
dc.subjectPajak Pertambahan Nilaien_US
dc.subjectNotarisen_US
dc.titlePenggolongan Notaris Sebagai Pengusaha Kena Pajak Pertambahan Nilai Dalam Sistem Perpajakan Nasionalen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record