Show simple item record

dc.contributor.authorYULIA ANUGRAH AYU
dc.date.accessioned2013-12-14T04:57:47Z
dc.date.available2013-12-14T04:57:47Z
dc.date.issued2013-12-14
dc.identifier.nimNIM080710101063
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8873
dc.description.abstractAsas perkawinan yang dianut menurut Undang-Undang Perkawinan adalah asas monogami terbuka, ini tercermin dalam pasal 3 Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Akan tetapi, dalam ayat 2 menyatakan bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Faktanya dalam kehidupan masyarakat lebih banyak seorang suami yang melaksanakan poligami tidak meminta ijin atau bahkan secara diam-diam menikah dengan wanita lain untuk dijadikan isteri kedua. Sehingga isteri pertama berhak mengajukan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan kedua suaminya tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah : Apakah isteri pertama dapat mengajukan pembatalan atas perkawinan kedua suaminya yang telah meninggal dunia karena dilaksanakan tanpa sepengetahuannya. Permasalahan kedua yaitu Apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung. Dan permasalahan yang ketiga yaitu Apakah status dan kedudukan kedua isteri tersebut masih sebagai isteri yang syah atau tidak Tujuan penulis dalam pengerjaan skripsi ini yaitu mengkaji dan menganalisis apakah isteri pertama dapat mengajukan pembatalan atas perkawinan kedua suaminya yang telah meninggal dunia karena dilaksanakan tanpa sepengetahuannya dan mengkaji dan menganalisis apakah dasar pertimbangan hakim membatalkan dan mengesahkan perkawinan dalam putusan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung serta mengkaji dan menganalisis bagaimana status dan kedudukan kedua isteri. Penulisan skripsi ini, menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif serta menggunakan beberapa metode pendekatan yaitu menggunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan menggunakan studi kasus (case study). Sedangkan untuk bahan hukum, penulis menggunakan 2 (dua) xiii yaitu, bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisa yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode deduktif. Adapun hasil dari penulisan ini Isteri pertama dapat mengajukan pembatalan atas perkawinan kedua suaminya yang telah meninggal dunia karena dilaksanakan tanpa sepengetahuannya apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam pasal 71 Kompilasi Hukum Islam, serta diajukan oleh orang atau lembaga yang berhak untuk mengajukan pembatalan perkawinan tersebut sesuai dengan pasal 23 Undang-undang tentang perkawinan jo. Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam serta waktu pengajuannya tidak lampau waktu sesuai dengan pasal 27 Undang-undang Perkawinan. yang kedua adalah Pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam perkara No. 385 K/AG/2009, yang menyatakan permohonan pembatalan perkawinan ditolak telah tepat dan benar menurut hukum yang berlaku. Permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan ke Pengadilan Agama dengan alasan suami tidak mendapatkan izin dari isteri yang pertama (pemohon) ternyata perkawinan pertamanya tidak dapat dibuktikan secara yuridis sehingga pernikahan pertama antara pemohon dengan Tukidi bin Mukiran adalah perkawinan siri dan karena itu pemohon tidak dapat mengajukan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan kedua antara termohon dengan Tukidi bin Mukiran yang telah dicatatkan pada lembaga perkawinan. Dan yang ketiga status dan kedudukan kedua isteri dalam perkawinan yang dilaksanakan oleh suami yang berpoligami adalah sah dengan segala hak dan kewajiban sebagai suami isteri selama kedua perkawinan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan perkawinan tersebut telah dicatatkan sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberi saran yaitu Setiap perkawinan harus dicatatkan kepada lembaga pencatat perkawinan agar mendapatkan perlindungan hukum terhadap segala akibat yang timbul dari adanya perkawinan tersebut. Dan Hakim hendaknya berhati-hati, cerdas, arif dan bijaksana dalam menilai setiap alat bukti surat atau saksi yang diajukan oleh para pihak yang mencari keadilan, agar putusan yang dijatuhkan nantinya dapat memuaskan semua pihak yang berperkara.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101063;
dc.subjectPEMBATALAN PERKAWINAN, PERKAWINAN KEDUA SUAMIen_US
dc.titlePEMBATALAN PERKAWINAN TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SUAMI YANG DI DAFTARKAN TANPA IJIN ISTRI PERTAMA (Kajian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.385K/AG/2009)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record