dc.description.abstract | Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Proses pemberhentian
sekretaris DPRD Kabupaten Jember merupakan suatu bentuk keputusan diskresi oleh
bupati karena ketidakjelasan peraturan, yaitu karena ada beberapa aturan yang
mengatur pemindahan pejabat yakni Pasal 204 ayat (2) Undang Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 31 ayat (3) Peraturan Pemerintah
xii
Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah yang menyebutkan bahwa
pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris DPRD dilakukan Bupati atas
persetujuan pimpinan DPRD. Namun demikian, hal tersebut berbeda dengan
ketentuan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara yang menjelaskan seseorang yang menjabat sebagai Sekretaris DPRD selama
5 tahun, dengan sendirinya berhenti karena telah habis masa jabatannya. Kedua,
Pemberhentian sekretaris DPRD Jember oleh Bupati Jember dapat dikategorikan
sebagai diskresi, namun prosedurnya yang keliru tanpa pemberitahuan kepada ketua
DPRD Jember. Prosedur pengangkatan dan pemberhentian sekretaris DPRD sudah
jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang bersifat khusus
atau lex spicialist dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 Tentang
Perangkat Daerah. Dalam ketentuan tersebut diatur dengan jelas, bahwa
pengangkatan maupun pemberhentian sekretaris DPRD harus meminta persetujuan
pimpinan DPRD. Komunikasi yang intensif antara eksekutif dan legislatif menjadi
faktor penting dalam membangun Jember kedepan. Karena itu, diharapkan jalinan
komunikasi jangan sampai macet, namun harus ditingkatkan di antara kedua belah
pihak demi masa depan Jember yang lebih baik.
Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain :
Penggunaan diskresi dari pejabat publik yang mana pun, tentunya harus dilandasi
oleh semangat dan tekad untuk senantiasa mempertanggung-jawabkan kebijakan
sikap dan tindakannya. Oleh karenanya penggunaan diskresi harus tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agar
pelaksanaan setiap diskresi benar-benar sesuai dengan harapan, maka baik oleh
pelaku (subjek) diskresi maupun sasaran (objek) diskresi seyogianya harus saling
bersedia dan mampu mawas diri. Kesediaan introspeksi, di samping retrospeksi,
diharap dapat mendorong penggunaan diskresi secara benar, baik dan
bertanggungjawab. Sehingga dengan demikian, maka tidak tertutup kemungkinan
bahwa diskresi akan berdampak pada terwujudnya pemerintahan yang baik. | en_US |