dc.description.abstract | Dalam hal pengaturan pembatalan Perda Kabupaten/Kota terdapat dua
ketentuan berbeda yang mengatur hal tersebut, yaitu Pasal 251 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 9 ayat (2) Undangundang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
Dalam perkara pengujian undang-undang Nomor 137/PUU-XIII/2015,
yang diajukan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan
empat puluh lima Pemerintah Kabupaten/Kota, Mahkamah Konstitusi memutuskan
untuk menghapus aturan terkait kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat dalam membatalkan peraturan daerah. Dalam pertimbangannya, Mahkamah
Konstitusi menilai bahwa peraturan daerah merupakan produk hukum yang dibuat
oleh eksekutif dan legislatif, yakni pemerintah daerah dan DPRD, sehingga
pembatalan produk hukum berupa peraturan di bawah undang-undang itu bisa
dibatalkan jika dilakukan melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung.
Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis mengidentifikasikan beberapa
rumusan masalah antara lain : (1) Apakah ratio decidendi (pertimbangan hukum)
hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 yang
menghapus kewenangan pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah pusat sesuai
dengan konsep otonomi daerah? dan (2) Bagaimana konsep pengaturan pembatalan
peraturan daerah yang sesuai dengan asas otonomi daerah?
Metode penelitian yang dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang-Undang,
literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan
permasalahan kewenangan pembatalan Perda oleh Pemerintah Pusat. Adapun
pendekatan masalah yang digunakan, yakni pendekatan perundang-undangan,
pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Pendekatan perundang-undangan
dilakukan dengan menelaah semua perundang-undangan dan regulasi yang terkait
dengan kewenangan pembatalan Perda oleh Pemerintah Pusat. Pendekatan
konseptual dilakukan dengan merujuk pada konsep dan teori hukum yang terkait
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pendekatan historis
dilakukan dengan menggali dan memahami filosofi yang terkandung dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015. Terkait dengan bahan hukum
yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan perundangundangan
atau putusan hakim, dan bahan hukum sekunder berupa buku, laporan
penelitian atau jurnal hukum. | en_US |