Show simple item record

dc.contributor.authorBudiyono
dc.date.accessioned2013-12-11T03:22:58Z
dc.date.available2013-12-11T03:22:58Z
dc.date.issued2013-12-11
dc.identifier.nimNIM080910302041
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8011
dc.description.abstractPenelitian ini berlokasi di Alas Purwo, tepatnya termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo, terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sudah sejak lama Alas purwo menjadi tujuan para Lelono, khusus dalam penelitian ini yaitu Resort Pancur. Pancur dikenal sebagai salah satu Resort yang ada di Alas Purwo sebagai tujuan para pelaku pertapa atau lelono dan para pelaku ritual. Lelono dulunya adalah para lelaku atau para pengelana yang merupakan orang jauh atau bukan dari wilayah yang dekat dengan Alas Purwo. Para lelaku ini datang dengan berjalan kaki. Mereka datang untuk melaksanakan tirakatnya. Menurut cerita, mereka yang datang berasal dari daerah yang cukup jauh dan dengan hanya bekal seadanya. Selama ini dalam pandangan umum lelono dianggap sebagai permasalahan sosial. Dimana mereka dipahami sebagai sosok yang mencoba untuk lari dari masalah dan lebih menghabiskan waktunya untuk mengasingkan diri di dalam hutan. Sikap dan perilakunya sangat berbeda jauh dengan masyarakat pada umumnya. Masyarakat umum dalam kesehariannya hidup serta terikat oleh semua tatanan sosial, sedangkan lelono lebih memilih tinggal dan menjalani hidupnya di hutan. Lelono sering kali juga dipahami sebagai sosok yang lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat pertapaannya serta sebagai sosok yang dekat dengan hal-hal gaib seperti orang yang mencari kesaktian dan tidak bisa untuk di ajak bergaul sebagaimana orang pada umumnya. Lelono juga dipahami sebagai orang yang gagal dalam bermasyarakat, entah itu dalam berkeluarga atau kegagalan dalam kehidupannya. Secara institutif lelono dipahami sebagai sosok yang dianggap mengganggu, dalam hal ini adalah Taman Nasional Alas Purwo. Taman Nasional Alas Purwo dikategorikan sebagai kawasan konservasi sehingga kehadiran lelono disatu sisi dipandang sebagai hal yang berlawanan. Kawasan konvervasi pada umumnya harus bebas dari kehadiran manusia karena dianggap akan mengganggu ekosistem yang ada. Pilihan lelono untuk menjalani hidupnya di hutan dikhawatirkan akan merusak kelangsungan ekosistem yang ada terkait aktivitasnya di hutan. Padahal jika dipahami kembali lelono mencoba untuk menjaga hutan dengan konsep kultural mereka yaitu hutan dipahami sebagai tempat tinggal serta tempat untuk menemukan sejati dirinya serta asal-usulnya. Semua pandangan umum serta anggapan-anggapan di atas karena tidak adanya pemahaman mengenai lelono Alas Purwo. Yang dimaksud adalah tidak adanya pemahaman untuk melihat kesejarahan dan budaya yang mereka bawa selama di tempat pertapaannya. Dan jika dilihat dari kesejarahan jauh sebelum Alas Purwo menjadi kawasan konservasi kehadiran mereka sudah ada walaupun dengan sebutan dan nama yang berbeda. Ini dapat dilihat dari adanya bangunan fisik seperti situs Kawitan yang dipahami sebagai simbol asal-usul. Serta jika dilihat secara budaya, Alas Purwo dipandang sebagai tempat yang dianggap banyak menyimpan nilai-nilai sejarah dan budaya sehingga masih banyak pengunjung yang datang untuk mengadakan ritual-ritual dan berbagai kegiatan keagamaan lain yang masih dihidupi dan dilaksanakan hingga kini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai, memahami, mendeskripsikan, serta menganalisa fenomena Lelono di Alas Purwo dengan menggunakan konsep Proses Rasinalisasi Max Weber. Memahami dapat diartikan sebagai sikap peneliti yang mencoba untuk menafsirkan proses serta niat dari tindakan atau sikap lelono itu berasal. Hal ini disebabkan dalam konteks penelitian ini tidak adanya pemahaman mengenai diri lelono sehingga lelono ditafsirkan dengan berbagai hal. Penelitian ini menggunakan instrumen analisis Verstehen. Peneliti menggunakan analisi tersebut karena ingin memahami dan menjelaskan keterkaitan perilaku lelono. Pada titik ini kemudian peneliti berangkat dengan tipe ideal, tipe ideal dalam kerangka berpikir Weberian digunakan untuk menghubungkan antara subyek peneliti dengan subyek penelitiannya, sehingga apa yang dipahami oleh peneliti dengan subyek penelitiannya dapat dipahami. Hasil penelitian ini berupa proses-proses yang dilakukan oleh lelono serta situasi-situasi dalam mencari asal-usulnya yang dapat dipahami peneliti dengan menggunakan konsep Proses Rasionalisasi. Mengenai dunia dan Agama Lelono, dapat dipahami dengan proses Rasionalisasi pada tahap yaitu pengklarifikasian, pengspesifikasian, dan pensistematisasian ide-ide secara intelektual. Ide-ide dibangkitkan oleh apa yang disebut weber makna-makna teleologis konsep manusia tentang dirinya dan tempatnya di semesta, yaitu konsep-konsep yang melegitimasi orientasi manusia di dalam dan terhadap dunia, dan yang memberi makna untuk berbagai tujuan manusia. Pada tahap Asketisme sebuah Interpretasi Lelono, Rasionalisasi dapat dipahami kedalam proses yang kedua dimana rasionalisasi mencakup kontrol normatif atau sanksi. Ini terjadi karena acuan teleologis ide-ide yang menyiratkan tindakan-tindakan manusia diorientasikan ke tujuan tertentu. Artinya, muncul sebuah fokus kepada ‘cara’, seperti apa yang dilakukan oleh salah satu lelono, seperti ketika ia melakukan puasa, nyepi, dan berusaha menjahui nafsu keduniawian. Dalam hal puasa misalnya, cara ini dipandang sebagai upaya serta fungsi kontrol untuk fokus pada tujuannya. Lelono sebagai sosok kosmos dan kontradiktif dipahami sebagai sosok yang mencoba untuk menyetukan antara mikrokosmos/jagad cilik yaitu eksistensi akan dirinya sebagai manusia dan makrokosmos/jagad gedhe yaitu eksistensi dirinya dalam hubungannya dengan alam semesta. Dengan demikian, apa yang tampak pada dirinya sangat kontradiktif atau berbeda dari yang normal dalam masyarakat. pada tataran proses Rasionalisasi, hal ini termasuk kedalam proses yang ketiga, rasionalisasi mengandung konsep ‘komitmen motivasi’. Komitmen dapat dipahami sebagai keterikatan yang selalu ada keterhubungan dalam memperjuangkan apa yang menjadi motivasinya, motivasi yang mendorong kepada tujuannya. Ide-ide yang ditelusuri menyiratkan bukan hanya pola-pola sosial atau lebih kepada perilaku yaitu cara lelono memaknai dirinya sebagai manusia/mikrokosmos, tapi juga jenis dan tingkat komitmen motivasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan pola-pola tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080910302041;
dc.subjectDUNIA LELONO, ALAS PURWOen_US
dc.titleMEMAHAMI DUNIA LELONO ALAS PURWO BANYUWANGI UNDERSTANDING LELONO’S WORLD ALAS PURWO BANYUWANGIen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record