dc.description.abstract | Penelitian ini berlokasi di Alas Purwo, tepatnya termasuk ke dalam
kawasan Taman Nasional Alas Purwo, terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan
kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sudah sejak lama
Alas purwo menjadi tujuan para Lelono, khusus dalam penelitian ini yaitu Resort
Pancur. Pancur dikenal sebagai salah satu Resort yang ada di Alas Purwo sebagai
tujuan para pelaku pertapa atau lelono dan para pelaku ritual. Lelono dulunya
adalah para lelaku atau para pengelana yang merupakan orang jauh atau bukan
dari wilayah yang dekat dengan Alas Purwo. Para lelaku ini datang dengan
berjalan kaki. Mereka datang untuk melaksanakan tirakatnya. Menurut cerita,
mereka yang datang berasal dari daerah yang cukup jauh dan dengan hanya bekal
seadanya.
Selama ini dalam pandangan umum lelono dianggap sebagai permasalahan
sosial. Dimana mereka dipahami sebagai sosok yang mencoba untuk lari dari
masalah dan lebih menghabiskan waktunya untuk mengasingkan diri di dalam
hutan. Sikap dan perilakunya sangat berbeda jauh dengan masyarakat pada
umumnya. Masyarakat umum dalam kesehariannya hidup serta terikat oleh semua
tatanan sosial, sedangkan lelono lebih memilih tinggal dan menjalani hidupnya di
hutan. Lelono sering kali juga dipahami sebagai sosok yang lebih banyak
menghabiskan waktunya di tempat pertapaannya serta sebagai sosok yang dekat
dengan hal-hal gaib seperti orang yang mencari kesaktian dan tidak bisa untuk di
ajak bergaul sebagaimana orang pada umumnya. Lelono juga dipahami sebagai
orang yang gagal dalam bermasyarakat, entah itu dalam berkeluarga atau
kegagalan dalam kehidupannya.
Secara institutif lelono dipahami sebagai sosok yang dianggap
mengganggu, dalam hal ini adalah Taman Nasional Alas Purwo. Taman Nasional
Alas Purwo dikategorikan sebagai kawasan konservasi sehingga kehadiran lelono
disatu sisi dipandang sebagai hal yang berlawanan. Kawasan konvervasi pada
umumnya harus bebas dari kehadiran manusia karena dianggap akan mengganggu
ekosistem yang ada. Pilihan lelono untuk menjalani hidupnya di hutan
dikhawatirkan akan merusak kelangsungan ekosistem yang ada terkait
aktivitasnya di hutan. Padahal jika dipahami kembali lelono mencoba untuk
menjaga hutan dengan konsep kultural mereka yaitu hutan dipahami sebagai
tempat tinggal serta tempat untuk menemukan sejati dirinya serta asal-usulnya.
Semua pandangan umum serta anggapan-anggapan di atas karena tidak
adanya pemahaman mengenai lelono Alas Purwo. Yang dimaksud adalah tidak
adanya pemahaman untuk melihat kesejarahan dan budaya yang mereka bawa
selama di tempat pertapaannya. Dan jika dilihat dari kesejarahan jauh sebelum
Alas Purwo menjadi kawasan konservasi kehadiran mereka sudah ada walaupun
dengan sebutan dan nama yang berbeda. Ini dapat dilihat dari adanya bangunan
fisik seperti situs Kawitan yang dipahami sebagai simbol asal-usul. Serta jika
dilihat secara budaya, Alas Purwo dipandang sebagai tempat yang dianggap
banyak menyimpan nilai-nilai sejarah dan budaya sehingga masih banyak
pengunjung yang datang untuk mengadakan ritual-ritual dan berbagai kegiatan
keagamaan lain yang masih dihidupi dan dilaksanakan hingga kini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuai, memahami,
mendeskripsikan, serta menganalisa fenomena Lelono di Alas Purwo dengan
menggunakan konsep Proses Rasinalisasi Max Weber. Memahami dapat diartikan
sebagai sikap peneliti yang mencoba untuk menafsirkan proses serta niat dari
tindakan atau sikap lelono itu berasal. Hal ini disebabkan dalam konteks
penelitian ini tidak adanya pemahaman mengenai diri lelono sehingga lelono
ditafsirkan dengan berbagai hal.
Penelitian ini menggunakan instrumen analisis Verstehen. Peneliti
menggunakan analisi tersebut karena ingin memahami dan menjelaskan
keterkaitan perilaku lelono. Pada titik ini kemudian peneliti berangkat dengan tipe
ideal, tipe ideal dalam kerangka berpikir Weberian digunakan untuk
menghubungkan antara subyek peneliti dengan subyek penelitiannya, sehingga
apa yang dipahami oleh peneliti dengan subyek penelitiannya dapat dipahami.
Hasil penelitian ini berupa proses-proses yang dilakukan oleh lelono serta
situasi-situasi dalam mencari asal-usulnya yang dapat dipahami peneliti dengan
menggunakan konsep Proses Rasionalisasi. Mengenai dunia dan Agama Lelono,
dapat dipahami dengan proses Rasionalisasi pada tahap yaitu pengklarifikasian,
pengspesifikasian, dan pensistematisasian ide-ide secara intelektual. Ide-ide
dibangkitkan oleh apa yang disebut weber makna-makna teleologis konsep
manusia tentang dirinya dan tempatnya di semesta, yaitu konsep-konsep yang
melegitimasi orientasi manusia di dalam dan terhadap dunia, dan yang memberi
makna untuk berbagai tujuan manusia.
Pada tahap Asketisme sebuah Interpretasi Lelono, Rasionalisasi dapat
dipahami kedalam proses yang kedua dimana rasionalisasi mencakup kontrol
normatif atau sanksi. Ini terjadi karena acuan teleologis ide-ide yang menyiratkan
tindakan-tindakan manusia diorientasikan ke tujuan tertentu. Artinya, muncul
sebuah fokus kepada ‘cara’, seperti apa yang dilakukan oleh salah satu lelono,
seperti ketika ia melakukan puasa, nyepi, dan berusaha menjahui nafsu
keduniawian. Dalam hal puasa misalnya, cara ini dipandang sebagai upaya serta
fungsi kontrol untuk fokus pada tujuannya.
Lelono sebagai sosok kosmos dan kontradiktif dipahami sebagai sosok yang
mencoba untuk menyetukan antara mikrokosmos/jagad cilik yaitu eksistensi akan
dirinya sebagai manusia dan makrokosmos/jagad gedhe yaitu eksistensi dirinya
dalam hubungannya dengan alam semesta. Dengan demikian, apa yang tampak
pada dirinya sangat kontradiktif atau berbeda dari yang normal dalam masyarakat.
pada tataran proses Rasionalisasi, hal ini termasuk kedalam proses yang ketiga,
rasionalisasi mengandung konsep ‘komitmen motivasi’. Komitmen dapat
dipahami sebagai keterikatan yang selalu ada keterhubungan dalam
memperjuangkan apa yang menjadi motivasinya, motivasi yang mendorong
kepada tujuannya. Ide-ide yang ditelusuri menyiratkan bukan hanya pola-pola
sosial atau lebih kepada perilaku yaitu cara lelono memaknai dirinya sebagai
manusia/mikrokosmos, tapi juga jenis dan tingkat komitmen motivasi yang
dibutuhkan untuk mengimplementasikan pola-pola tersebut. | en_US |