Show simple item record

dc.contributor.advisorPrakoso, Abintoro
dc.contributor.advisorTanuwijaya, Fanny
dc.contributor.authorNofitasari, Solehati
dc.date.accessioned2015-12-10T10:44:29Z
dc.date.available2015-12-10T10:44:29Z
dc.date.issued2015-12-10
dc.identifier.nim100720101019
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67280
dc.description.abstractAnak adalah tunas dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, mereka menyimpan potensi sekaligus memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Maraknya kejahatan yang dilakukan oleh anak di indonesia, menurut Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), anak-anak yang berada di lingkungan rutan dan lapas jumlahnya 3.812 orang. Sedangkan Indonesia hanya memiliki 16 lapas anak, artinya di setiap kabupaten/kota belum tentu memiliki lapas anak. Indonesia telah memiliki regulasi dalam melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak diantaranya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 nahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Namun tampaknya belum membawa perubahan yang signifikan bagi nasib dari anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undangundang, peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep teoritis yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dari tesis ini penulis menyimpulkan bahwasanya sistem pemidanaan anak yang berlaku di Indonesia belum memberikan perlindungan terhadap anak sebagai pelaku. Hal ini bisa kita lihat dari jumlah anak yang mendekam didalam Lembaga Penjara hal ini tidak sesuai apa yang diamanatkan didalam UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan asas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran balasan, jumlah Penjara Anak yang tidak sesuai sehingga anak yang dipenjara ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan orang dewasa juga tidak sesuai dengan pasal 3 huruf b UU nomor 11 tahun 2012 bahwasanya anak yang ditahan dipisahkan dari orang dewasa dan memperoleh pendidikan selama anak dipenjara. Didalam UU nomor 11 tahun 2012 pasal 81 anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), sedangkan dalam The Beijing Of Rules menentukan bahwasanya pemidaan terhadap anak harus melihat kepentingan tebaik bagi anak. Dan berdasarkan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Padang Nomor. 20Pid/Sus-Anak/2015/PN.Pdg sistem pemidanaan anak di indonesia belum memenuhi keadilan substantif karena pidana penjara digunakan sebagai upaya terakhir dan dari persidangan itulah hakim hendaknya menggali sedalam-dalamnya agar ditemukan nilai keadilan substantif di masyarakat. Sehingga dalam memutus suatu perkara selain berdasarkan keadilan prosedural juga melihat keadilan substantif dam melihat kepentingan terbaik bagi anak, karena keadilan bukan semata-mata persoalan yuridis saja tetapi faktor-faktor lain yang melatarbelakangi anak melakukan tindak pidana baik secara pendidikan, sosial, ekonomi dan keluarga.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSistem Pemidanaan Anaken_US
dc.subjectPerlindunganen_US
dc.subjectKeadilan Substantifen_US
dc.titleSISTEM PEMIDANAAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record