PRINSIP KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK
Abstract
Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat
dihindari, dengan meningkatnya kegiatan berbagai bidang mensyaratkan adanya
pelayanan yang cepat dan tepat tanpa mengabaikan kepatutan dan keadilan bagi
semua pihak yang akan terikat pada perjanjian itu, salah satu cara untuk
memberikan pelayanan yang cepat adalah dengan mempersiapkan lebih dahulu
naskah perjanjian yang akan digunakan untuk kegiatan transaksional. Pembakuan
perjanjian kredit bagi para pengusaha merupakan cara mencapai tujuan ekonomi
efisien, praktis, cepat, tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan yang tidak
menguntungkan yaitu hanya dihadapkan pada satu pilihan menerima atau menolak
(take it or leave it). Perjanjian baku adalah suatu wujud dari kebebasan individu
pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaan, setiap individu
bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan
merugikan pihak yang lain.
Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lain mengetahui dan
memahami perjanjian kredit perbankan antara kreditur dan debitur terhadap
prinsip-prinsip keseimbangan, mengetahui dan memahami klausula baku dalam
perjanjian kredit perbankan terhadap prinsip-prinsip keseimbangan, dan
pengaturan klausula baku dalam perjanjian kredit perbankan yang mencerminkan
prinsip keseimbangan dan memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah
bank selaku pengguna jasa perbankan.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu tipe
penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah
yang digunakan dalam penyusunan tesis ini yaitu pendekatan perundangundangan
(statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach).
Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer,
sekunder dan tersier.
Kesimpulan dari tesis ini bahwa perjanjian kredit perbankan kurang
mencerminkan prinsip-prinsip keseimbangan. Prinsip keseimbangan dapat
mencapai keadilan dan mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para
pihak mempunyai kedudukan yang seimbang, sering kali dijumpai klausulaklausula
yang timpang karena perjanjian-perjanjian kredit dengan pencantuman
klausula baku yang lebih banyak mengatur kewajiban-kewajiban debitur daripada
secara seimbang mengatur juga kewajiban-kewajiban bank. Prinsip kebebasan
berkontrak dan syarat sahnya perjanjian memberikan kontribusi terhadap posisi
dominan kreditur dalam menentukan materi suatu perjanjian kredit perbankan.
Klausula baku dalam kredit perbankan cenderung memposisikan kreditur lebih
dominan dibandingkan posisi debitur, untuk itu dapat dikatakan bahwa klausula
baku yang diperjanjikan oleh perbankan belum mencerminkan prinsip-prinsip
keseimbangan. Hal ini dikarenakan tidak ada posisi tawar untuk salah satu pihak
xiv
dalam perjanjian kredit. Penyusunan kontrak untuk memberikan dasar hukum bagi
para kontraktan yang dibuat dalam bingkai atau rambu-rambu aturan main setiap
transaksi bisnis sebagai batu uji untuk mengukur eksistensi kontrak yang
bersangkutan untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara seimbang.
Perjanjian-perjanjian kredit bank banyak mengandung klausula-klausula yang
memberatkan debitur, yakni memuat klausula-klausula yang tidak wajar dan tidak
adil, dengan menyalahgunakan keadaan debitur. Hal demikian terjadi karena
secara ekonomis dan psikologis kedudukan bank sangat kuat dan tidak seimbang
dengan debitur pada saat penandatanganan pemberian kredit. Posisi yang
menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak perlu diintervensi otoritas tertentu
(Pemerintah) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pihak yang lemah
apabila terjadi bargaining position yang tidak seimbang. Pembaharuan hukum dan
pembentukan hukum harus melihat ke depan untuk memprediksi kemungkinankemungkinan
yang terjadi pada waktu akan datang seiring dengan perkembangan
dinamika masyarakat. Dengan adanya regulasi yang mengatur mengenai
standarisasi dalam perjanjian kredit perbankan sebagai panduan dalam melakukan
transaksi perjanjian kredit untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban
secara seimbang. Pada perjanjian kredit perbankan dapat dilihat masih adanya
posisi yang lebih dominan dari salah satu pihak. Pada awal pembuatan kontrak
posisi bank sangat kuat. Seharusnya sejak awal sampai akhir posisi para pihak
harus dibuat dalam bingkai aturan main secara proporsional dan berimbang, baik
dalam hal hak maupun kewajiban para pihak.
Saran bagi pelaku usaha perbankan seharusnya mengindahkan atau
menyesuaikan ketentuan Pasal 18 UUPK. Pengaturan prinsip keseimbangan
sebagai prinsip fundamental dalam hukum perjanjian sejalan dengan adanya
prinsip keseimbangan yang terdapat dalam UUPK yang bertujuan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur. Sementara
bagi calon debitur sebelum menandatangani isi perjanjian kredit perbankan
sebaiknya mempelajari isi perjanjian dan bila perlu berkonsultasi terlebih dahulu
kepada seorang konsultan hukum yang menguasai bidang perbankan. Dan perlu
mengoptimalkan peran dan fungsi OJK maupun BPSK dalam melakukan
pengawasan pemberlakuan perjanjian baku di sektor perbankan. Terkait itu pula
perlu adanya regulasi yang mengatur mengenai standarisasi dalam perjanjian
kredit perbankan sebagai panduan dalam melakukan transaksi perjanjian kredit
perbankan untuk mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara seimbang
dalam hal perjanjian baku yang dilakukan oleh perbankan.
Collections
- MT-Science of Law [334]