dc.contributor.author | CYRILLA NUR ENDAH SULISTYANINGRUM | |
dc.date.accessioned | 2015-04-21T12:20:35Z | |
dc.date.available | 2015-04-21T12:20:35Z | |
dc.date.issued | 2015-04-21 | |
dc.identifier.nim | NIM120720101005 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/62395 | |
dc.description.abstract | Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sampai saat ini membawa
dampak yang begitu besar dalam bidang narkotika baik perkembangan jenis
narkotika maupun modus-modus operandi pelaku tindak pidana di bidang
narkotika. Indonesia adalah ladang yang sangat subur bagi peredaran gelap
narkotika karena letak negara Indonesia dan bentuk negara Indonesia yang
merupakan negara kepulauan yang sangat memungkinkan masuknya narkotika
berbagai jenis dari negara-negara lain tanpa dapat diketahui oleh aparat penegak
hukum Indonesia. Sejalan dengan peredaran gelap narkotika maka pengguna dan
penyalahgunaan narkotika juga semakin banyak. Pecandu/pengguna narkotika
sebagai korban penyalahgunaan narkotika apabila berhadapan/terjerat dengan
masalah hukum maka wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau sosial.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu Pasal 81
memberikan Kewenangan penyidikan kepada Badan Narkotika Nasional selain
Kepolisian Republik Indonesia. Dalam pasal 54 mewajibkan pecandu narkotika
untuk menjalani rehabilitasi dan pasal 103 ayat (2) dimana rehabilitasi medis ini
dihitung sebagai menjalani pidana sehingga perintah rehabilitasi baik medis
maupun sosial harus dengan perintah dari Pengadilan (penetapan maupun
putusan). Permasalahan dan tujuan untuk menganalisis aturan tentang
kewenangan penyidik BNN yang memerintahkan rehabilitasi medis terhadap
pecandu/pengguna narkotika dan menentukan kebijakan atau konsepsi BNN ke
depan mengenai perintah rehabilitasi kepada pecandu/pengguna narkotika.
penelitina bersifat yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisa substansi
peraturan perundang-undangan atas pokok permasalahan dalam konsistensinya
dengan asas-asas hukum yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BNN telah melampaui kewenangan
yang diberikan oleh Undang-Undang Narkotika dalam memberikan perintah
rehabilitasi medis terhadap pecandu/pengguna narkotika bahkan dapat dikatakan
bahwa BNN tidak memiliki legalitas dalam memerintahkan rehabilitasi medis
terhadap pengguna/pecandu narkotika yang terlibat masalah hukum dan Peraturan
Bersama antara Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan HAM RI,
Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian
Negara RI, Kepala BNN RI No. 01/PB/MA/III/2014 tanggal 11 Maret 2014 telah
melanggar Undang-undang Narkotika, pengaturan mengenai kewenangan BNN
xi
sebagai penyidik tindak pidana narkotika harus diperjelas dan diberi batasan,
sehingga dalam praktek penegakan hukum tidak terjadi benturan kewenangan
antara Badan Narkotika Nasional dengan Lembaga Peradilan sehingga lembaga
penegak hukum dalam menjalankan tugasnya berjalan dengan efektif dan sesuai
dengan sistem peradilan pidana serta pembuat Undang-Undang harus taat asas
mengenai kewenangan masing-masing badan dalam sistem peradilan pidana yang
terpadu | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 120720101005; | |
dc.subject | Rehabilitasi Medis, Penyidikan, Badan Narkotika Nasional, Lembaga Peradilan. | en_US |
dc.title | KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL MEMERINTAHKAN REHABILITASI MEDIS TERHADAP PECANDU/PENGGUNA NARKOTIKA BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA | en_US |
dc.type | Other | en_US |