Show simple item record

dc.contributor.authorR. ENDRA EKA PERMANA
dc.date.accessioned2015-02-27T07:02:38Z
dc.date.available2015-02-27T07:02:38Z
dc.date.issued2015-02-27
dc.identifier.nimNIM070710101059
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61434
dc.description.abstractAdakalanya suatu ancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sudah dibahas bersama antara DPRD dan Kepala Daerah tidak disahkan oleh Kepala Daerah. Salah satu contoh Raperda yang berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Jember adalah tentang penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern, dimana di satu sisi oleh DPRD keberadaan pasar modern dianggap sudah mengganggu eksistensi pasar tradisional, sementara Bupati Jember menganggap hal tersebut sebagai hal yang wajar bagi investasi. Akhirnya Peraturan Daerah tersebut disahkan melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penataan Minimarket Berjaringan tanpa persetujuan Kepala Daerah. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengkaji dan menuangkan masalah Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) yang telah disetujui bersama akan tetapi tidak mendapat pengesahan Kepala Daerah yaitu Gubernur/Bupati/Walikota. Rumusan Masalah meliputi : (1) Apakah prosedur pembentukan peraturan daerah telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah ? dan (2) Apakah kedudukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sudah disetujui bersama tetapi tidak mendapat pengesahan Kepala Daerah, dapat disahkan menjadi Peraturan Daerah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Hukum Tata Negara. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, sedangkan pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan xii konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa ; Prosedur pembentukan peraturan daerah sudah sesuai menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, bahwa Peraturan Daerah ini dibentuk oleh lembaga legislatif daerah bersama-sama dengan Kepala Pemerintahan (eksekutif) Daerah. Peraturan Daerah dibentuk sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Materi muatan peraturan daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam ketentuan Pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah diuraikan bahwa, Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, yang dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan peraturan daerah sebagaimana disebutkan di atas, ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. Dalam hal rancangan peraturan daerah tersebut tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. Rancangan Perda sebagaimana dimaksud, dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi : Perda ini dinyatakan sah. Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya ada komunikasi yang baik dalam pembentukan peraturan daerah, untuk dapat dibahas bersama, disetujui dan disahkan bersama dalam satu visi dan misi yang jelas, sehingga tidak terjadi kasus Rancangan Peraturan Daerah yang tidak mendapat pengesahan padahal sudah dibahas bersama. Demikian halnya dalam pembentukan peraturan daerah peran serta masyarakat dapat xiii lebih ditingkatkan. Peran serta masyarakat akan lebih meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan dan mendorong para pembentuk hukum untuk membuat peraturan daerah yang implementatif sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat dan dapat diminimalisir dari gejolak ataupun tuntutan ketidakpuasan masyarakat.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101059;
dc.subjectKAJIAN YURIDIS PENGESAHAN PERATURAN DAERAH YANG TIDAK MEMPEROLEH PERSETUJUAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAHen_US
dc.titleAJIAN YURIDIS PENGESAHAN PERATURAN DAERAH YANG TIDAK MEMPEROLEH PERSETUJUAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record