Show simple item record

dc.contributor.authorThabrani Rosyidi
dc.date.accessioned2014-12-02T01:34:57Z
dc.date.available2014-12-02T01:34:57Z
dc.date.issued2014-12-02
dc.identifier.nimNIM040720101014
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/60523
dc.description.abstractBerdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Konsep asuransi secara syariah mulai berkembang tahun 1993 di Indonesia setelah masuknya perbankan syariah tahun 1992. Konsep asuransi secara islam atau syariah dan konvensional sangatlah berbeda dan dari segi akad perjanjian dapat terlihat bahwa akad asuransi syariah cenderunng pada tolong menolong pertanggung jawaban sedangkan asuransi konvensioanl cenderung pada konsep jual beli. Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa yang artinya tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa, serta al-ta’min yang artinya rasa aman. sedangkan prinsip utama asuransi konvensional adalah tukar menukar yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara struktural, landasan operasional syari’ah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha peransuransian secara umum (konvensional). Dalam pelaksanannya, asuransi syari’ah bersifat tolong menolong, akadnya berdasarkan itikad baik dan halal, serta sesuai dengan ketentuan dalam agama dan syari’ah Islam. Yang membedakan dengan asuransi konvensional adalah pada perjanjian transaksinya, dimana pada asuransi konvensional nasabah membeli perlindungan atau jaminan dari perusahaan asuransi, sedangkan pada asuransi syari’ah perjanjiannya adalah para nasabah mengikatkan diri dalam satu komunitas dan saling menanggung jika terjadi suatu musibah. 2. Landasan hukum keberadaan asuransi syariah adalah Al-Qur’an, Hadis, Ijtihad yang mencakup Fatwa, Ijma, Qiyas. Sedangkan dari segi hukum positif perkembangan asuransi syariah di Indonesia masih belum diikuti dengan landasan regulasi yang jelas. Selama ini asuransi syariah mendasarkan legalitasnya pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian padahal undang-undang ini kurang mengakomodasi konsep asuransi syariah karena konsep asuransi syariah dan suransi konvensial sangat berbeda. Dalam pelaksanaannya perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah menggunakan pedoman yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Namun demikian fatwa ini tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana undang-undang karena tidak termasuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sehingga agar fatwa tersebut memiliki kekuatan hukum maka dibuatlah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pedoman asuransi syariah. Konsep asuransi syariah yang lebih mengacu pada hukum Islam tidak cocok jika harus mendasarkan aturannya pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep perundang-undangan yang murni mengatur tentang asuransi syariah. Kedudukan asuransi syari’ah adalah sesuai dengan ketentuan KUHD khususnya memenuhi pengertian assuransi dalam Pasal 246 KUHD maupun memenuhi unsur unsur perjanjian dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dengan adanya sepekat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat perjanjian, Suatu Hal tertentu, suatu sebab yang halal serta dua azas asuransi yaitu azas keseimbangan dan azas pemberitahuanen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries040720101014;
dc.subjectAKAD ASURANSI SYARIAH, PERSPEKTIF HUKUM ISLAMen_US
dc.titlePRINSIP AKAD ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record