Show simple item record

dc.contributor.authorLaili Furqoni, S.H.
dc.date.accessioned2014-01-28T00:09:57Z
dc.date.available2014-01-28T00:09:57Z
dc.date.issued2014-01-28
dc.identifier.nimNIM040720101019
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25789
dc.description.abstractEfek jera dalam penerapan sanksi terhadap terpidana kasus narkoba dengan cara menempatkan seorang pengguna narkoba di dalam lapas terbukti belum efektif, bahkan banyak dari mereka yang keluar dari penjara justru semakin bertambah parah atau mengulangi perbuatannya. Tujuan pemidanaan di Indonesia baik dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika adalah dalam bentuk nyawa, menghilangkan kemerdekaan seseorang dan penyitaan harta benda. Selain itu vonis rehabilitasi bertujuan untuk melindungi pengguna yang kedudukannya sebagai korban dalam penyalahgunaan narkotika. Salah satu bentuk rehabilitasi adalah kebijakan tentang diskresi kepolisian terhadap kasus penyalahgunaan narkoba pada anak-anak. Diskresi ini memberikan kebijakan dari penyidik, yaitu apabila seorang anak yang tertangkap menggunakan narkoba maka proses hukuman pidana penjara dapat digantikan dengan proses mengirim anak tersebut ke tempat rehabilitasi narkotika. Objek telaah dari Tesis ini adalah ilmu hukum normatif, maka metode yang digunakan adalah doktrinal yang bersaranakan logika deduksi. Kejahatan narkotika mengalami perkembangan yang sangat cepat dan merupakan persoalan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut bertambah rumit ketika dikaitkan dengan upaya penanggulangan dengan hukum positif yang ada belum dapat memberikan hukum yang setimpal dan memenuhi rasa keadilan. Penanggulangan kejahatan narkotika pada saat ini menitikberatkan pada kebijakan hukum pidana yang bersifat aplikatif yaitu dengan cara mengoperasionalkan ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan hukum pidana positif dan berbagai undang-undang lainnya yang memuat ketentuan pidana. Ketentuan-ketentuan dalam UU No. 5 tahun 1997 dan UU No. 22 tahun 1997 serta beberapa Undang-undang lainnya (misalnya UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak) dapat diterapkan pada beberapa bentuk tindak pidana narkotika yang dilakukan anakanak melihat ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selama ini, program rehabilitasi terhadap korban hanya terfokus pada rehabilitasi secara medis, sedangkan rehabilitasi sosial sering diabaikan. Rehabilitasi medis dan sosial yang diberikan kepada pecandu dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosialnya. Selain pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat dilaksanakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Konsep penanggulangan tindak pidana narkotika anak di masa yang akan datang adalah diversi atau diskresi dalam prinsip Restorative Justice System, bukan melalui sistem peradilan pidana. Pelaksanaan diskresi ini juga harus diikuti dengan komitmen hukum yang tegas. Diversi sebagai bentuk diskresi yang dikenal dalam proses hukum, merupakan salah satu prinsip pengecualian yang perlu dipikirkan sebagai konsep proses peradilan anak pada tataran ius constituendum. Restorative Justice System adalah salah satu model peradilan anak, dalam rangka melindungi anak agar terhindar dari trauma psikis dan label bekas penjahat.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries040720101019;
dc.subjectterpidana kasus narkobaen_US
dc.titleSISTEM PEMIDANAAN DAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN NARKOTIKA ANAK THE SENTENCING SYSTEM AND CRIMINAL LAW POLICY IN OVERCOMING THE NARCOTICS CRIME ON CHILDRENen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record