dc.description.abstract | Demikian pentingnya hibah wasiat sehingga dalam Hukum Islam yaitu
dalam Kitab Sucinya (Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah ayat 180, 181, 182 dan 240
serta Surat An-Nissa (Q.S. 5: ayat 11 dan 12) menyebut hibah wasiat berulang
kali, antara lain pada: Akan tetapi di dalam KHI yang merupakan pedoman hakim
Pengadilan Agama aspek hukum “Hibah Wasiat” tidak diketemukan. Terlihat
Dalam kompetensi absolut Peradilan Agama dari masa ke masa yang senantiasa
berubah dengan membaur permasalahan yang baru yang memerlukan penafsiran
tidak satupun membahas tentang hibah wasiat. Melihat latar belakang tersebut
diatas mengenai aspek hukum hibah wasiat, penulis tertarik untuk menganalisis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Aspek Hukum Mewaris Didasarkan Hibah
Wasiat Menurut Hukum Waris Islam (Faroidh) Dan KUH Perdata”.
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah aspek
hukum hibah wasiat apa mempunyai persamaan, penerapan hukum yang dipakai
serta akibat hukum pemberian hibah wasiat menurut Hukum Waris Islam dan
menurut KUH Perdata. Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk
memenuhi tugas akhir yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana
Hukum, untuk mengembangkan ilmu selama perkuliahan yang bersifat teoritis
dengan kenyataan yang ada sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang berguna. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui dan
menganalisis persamaan dan perbedaan aspek hukum hibah, penerapan hukum,
serta akibat hukum pemberian hibah wasiat menurut Hukum Waris Islam dengan
KUH Perdata. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan UndangUndang
(statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan
pendekatan komparatif (comparative approach).
Pembahasan yang dijabarkan diperoleh kesimpulan bahwa dalam aspek
hukum hibah wasiat dari pengertian dan nilai idiilnya antara hukum waris Islam
dan KUH Perdata tidak sama. Apabila dalam prakteknya terjadi sengketa
penerapan hukum yang digunakan adalah kewenangan Peradilan Agama berdasar
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Pasal 49 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama. Akibat pemberian hibah wasiat menurut waris
Islam berupa wajib, sunah, haram, makruh, mubah dengan jumlah harta hibah
wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 dan berdasarkan kemaslahatan pemberian hibah
wasiat dapat berakibat hukum menjadi wasiat wajibah yang pelaksanaanya akan
dibagi oleh Pengadilan Agama. Bertolak pada kedudukan agama penerima tidak
hanya Islam saja (surat An-Nissa Ayat 7 dan 8). Sedangkan dalam KUH Perdata
akibat hukum hibah wasiat diatur dalam Pasal 957-972 KUH Perdata dengan
pelaksaaan pengaktaan hibah wasiat dihubungkan dengan wasiat yang diatur
dalam buku II bab XII KUH Perdata, dengan jumlah harta tidak boleh melebihi
ketentuan legitime Portie diatur pada Pasal 914 KUH Perdata.
Saran yang dapat diberikan penulis dalam penelitian ini, bahwa KHI perlu
direvisi kembali untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi kekosongan serta
permasalahan hukum yang timbul dan perkembangan dalam masyarakat.
Diwaktu yang akan datang semoga pemerintah mampu membuat Undang-Undang
yang secara jelas memuat aspek hukum hibah wasiat menurut hukum waris Islam,
sehingga tidak membuat salah penafsiran. Hendaknya para ulama-ulama dan
warga masyarakat Islam lebih mensosialisasikan atau lebih kritis lagi apabila
meghadapi sengketa hibah wasiat dalam pelaksanaannya masyarakat bisa
mengerti dan menerapkan kasus sengketa apa yang dihadapi jangan sampai keliru
membedakan antara hibah dengan hibah wasiat dan antara wasiat dengan hibah
wasiat sehingga dalam memasukkan gugatan tidak keliru lagi dan tidak mengulur
waktu penyelesaian sengketa tersebut. | en_US |