dc.description.abstract | Pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan setelah putusan arbitrase
tersebut berkekuatan hukum tetap dengan disahkan oleh ketua pengadilan negeri
dimana arbitrase dilakukan, sedangkan untuk arbitrase internasional di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Unsur-unsur yang sering digunakan sebagai alasan terhadap
pembatalan putusan arbitrase adalah surat atau dokumen yang dijatuhkan dalam
pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan adalah palsu, setelah putusan diambil
ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak
lawan atau putusan yang diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Hal-hal yang demikian termasuk
dalam unsur perbuatan melawan hukum, sehingga dapat dimintakan pembatalan
terhadap putusan arbitrase kepada ketua pengadilan negeri. Bentuk perbuatan
melawan hukum juga sangat bermacam-macam. Perbuatan melawan hukum yang
digunakan sebagai fundamentum petendi gugatan adalah Nofeasance, merupakan
tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum, Misfeasance, merupakan
perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya
atau merupakan perbuatan yang mempunyai hak melakukannya, dan Malfeasance,
merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk
melakukannya.
Hendaknya perlu dikaji keseimbangan antara Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan
Konvensi New York 1958, agar penerapan arbitrase bisa diterapkan secara efektif
dan sesuai dengan prinsip arbitrase yaitu final dan mengikat. Penafsiran terhadap
fundamentum petendi yang diajukan sebagai dasar gugatan hendaknya diberikan
batasan. Sejauh mana penafsirsan atas perbuatan melawan hukum itu dijelaskan
dalam penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. | en_US |