Show simple item record

dc.contributor.authorPradana Afnny
dc.date.accessioned2014-01-17T06:28:20Z
dc.date.available2014-01-17T06:28:20Z
dc.date.issued2014-01-17
dc.identifier.nimNIM070910101045
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/16075
dc.description.abstractPada tahun 1989 dibuat suatu perjanjian mengenai masalah batas laut antara Indonesia dan Australia di kawasan Laut Timor, perjanjian tersebut dikenal dengan Perjanjian Celah Timor. Perjanjian tersebut membahas masalah pembagian kawasan pengeksplorasian ladang minyak yang terdapat di Celah Timor. Perjanjian Celah Timor berakhir pada tahun 1999 ketika Timor Leste memutuskan untuk memisahkan diri dari Indonesia. Secara otomatis perjanjian Celah Timor yang sebelumnya telah disetujui Indonesia berakhir dan diteruskan oleh Timor Leste yang berkuasa atas Laut Timor. Meskipun secara hukum Timor Leste bisa menggantikan posisi Indonesia dalam perjanjian Celah Timor, Timor Leste lebih memilih untuk merundingkan kembali garis batas laut mereka dengan Australia karena beberapa alasan. Sebagai sebuah negara baru, Timor Leste menghadapi tantangan yang cukup rumit dimana ketika merdeka mereka belum mampu untuk menghidupi rakyat mereka sendiri karena memang tidak ada sektor-sektor yang bisa diharapkan untuk bisa menghasilkan pendapatan negara. Kondisi dalam negeri yang kacau akibat krisis ekonomi ini diperparah dengan kondisi sosial rakyat mereka yang kebanyakan berada dalam taraf kemiskinan, ditambah lagi dengan banyaknya rakyat mereka yang akhirnya memilih mengungsi dari Timor Leste demi menghindari banyaknya konflik yang timbul selama proses kemerdekaan Timor Leste. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi perekonomian, Timor Leste membutuhkan pemasukan devisa negara yang cukup besar, salah satunya melalui keuntungan pengeksplorasian minyak dan gas di Celah Timor ini. Kepentingan ekonomi di Celah Timor ini didasari bahwa ladang-ladang minyak dan gas yang ada sekarang bisa membantu Timor Leste untuk keluar dari ketergantungan mereka terhadap bantuan luar negeri. Selain itu dengan adanya pendapatan yang cukup besar dari Celah Timor ini bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Timor Leste. Selain adanya kepentingan ekonomi di Celah Timor, alasan lain Timor Leste untuk merundingkan kembali garis batas lautnya dengan Australia adalah mereka beranggapan bahwa kawasan Celah Timor termasuk dalam zona landas kontinen mereka sesuai dengan hukum laut yang tertulis dalam perjanjian UNCLOS 1982. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa jarak maksimal landas kontinen sebuah adalah 300 mil laut diukur dari garis pantainya. Dengan melihat aturan tersebut, ladang-ladang minyak dan gas yang berada di Celah Timor seharusnya masuk ke dalam Timor Leste sehingga mereka berhak secara penuh untuk melakukan eksplorasi terhadap kawasan ini. Selain itu, dengan masuknya kawasan Celah Timor ke dalam wilayah Timor Leste ini sekaligus untuk mempertahankan kedaulatan mereka di Laut Timor. Sebagai negara yang baru Timor Leste tentu membutuhkan pengakuan atas kedaulatan wilayah laut, darat dan udara mereka.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries0709 1010 1045;
dc.subjectRENEGOSIASI GARIS BATAS LAUT TIMOR LESTE – AUSTRALIAen_US
dc.titleRENEGOSIASI GARIS BATAS LAUT TIMOR LESTE – AUSTRALIA PASCA BERAKHIRNYA PERJANJIAN CELAH TIMORen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record