Tanggung Jawab Hukum Notaris Dalam Pembuatan Akta Autentik Menggunakan Artificial Intelligence
Abstract
Bab 1 Pendahuluan ini diawali dengan latar belakang yang membahas  mengenai penggunaan Artificial Intelligence (selanjutnya disebut dengan AI) dalam  praktik hukum, termasuk profesi notaris, dapat meningkatkan efisiensi dalam  penyusunan akta autentik, namun tetap harus memperhatikan batasan hukum  sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris  (selanjutnya disebut dengan UUJN) yang menegaskan bahwa notaris adalah pejabat  umum yang berwenang membuat akta autentik. Meskipun Pasal 15 ayat (3) UUJN  mengakui pemanfaatan teknologi dalam praktik kenotariatan, regulasi terkait  penggunaan AI masih terbatas. Tesis ini mengangkat dua permasalahan: pertama,  tanggung jawab hukum notaris dalam pembuatan akta autentik dengan AI; kedua,  konsep kedepan peran notaris dalam pembuatan akta autentik dengan AI. Penelitian  ini menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang undangan, konseptual, dan perbandingan.  Bab 2 berisi Kerangka Teoritis dan Konseptual. Kerangka teoritis mencakup  teori hukum progresif, prinsip kehati-hatian, teori tanggung jawab hukum dan teori  kepastian hukum. Sedangkan, kerangka konseptual membahas tentang notaris, akta  autentik dan Artificial Intelligence.  Bab 3 berisi Hasil dan Pembahasan menunjukkan bahwa tanggung jawab  hukum notaris dalam pembuatan akta autentik tetap melekat sepenuhnya meskipun  menggunakan AI sebagai alat bantu, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 UUJN,  yang menegaskan bahwa notaris bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya, serta  harus menjaga prinsip kehati-hatian sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. Selain  itu, notaris wajib memastikan keabsahan identitas penghadap (Pasal 39 UUJN) dan  memenuhi syarat sahnya akta autentik (Pasal 1868 KUH Perdata), dengan  konsekuensi pertanggungjawaban perdata (Pasal 1365 & 1367 KUH Perdata),  pidana (Pasal 263 & 264 KUHP), serta administratif (Pasal 41 UUJN) jika terjadi  pelanggaran. Konsep ke depan, notaris tetap harus memiliki kendali penuh dalam  penggunaan AI sebagaimana kewenangan dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, tetapi  regulasi di Indonesia masih belum secara tegas mengatur tanggung jawab penyedia  layanan AI, berbeda dengan Uni Eropa melalui EU AI Act dan Tiongkok dengan  Chinese Generative AI Regulation.  Bab 4 Penutup mencakup kesimpulan bahwa notaris tetap memiliki  tanggung jawab penuh atas akta autentik yang dibuat, meskipun dalam prosesnya  menggunakan AI sebagai alat bantu, sehingga diperlukan regulasi yang lebih jelas  untuk memastikan peran AI tidak menggantikan kewenangan notaris, sebagaimana  diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dan Pasal 65 UUJN. Sebagai saran, bahwa  diperlukan pembaruan UUJN dan Kode Etik Notaris untuk mengakomodasi  penggunaan AI, serta penyusunan regulasi khusus yang mengatur tanggung jawab  penyedia layanan AI, mengacu pada EU AI Act dan Chinese Generative AI  Regulation, guna menjamin kepastian hukum dan akuntabilitas dalam praktik  kenotariatan.
Collections
- MT-Science of Law [363]
