Mitos dalam Tradisi Tingkeban pada Masyarakat Jawa di Tempurejo Kabupaten Jember
Abstract
Tradisi slametan merupakan upacara ritual yang telah menjadi tradisi di
kalangan masyarakat Islam Jawa untuk memperingati peristiwa penting dalam
kehidupan seseorang. Salah satu slametan yang sampai saat ini masih
dilaksanakan di Desa Tempurejo, yaitu Tingkeban. Tingkeban adalah upacara atau
ritual yang dilaksanakan oleh wanita hamil saat kandungannya memasuki usia ke
tujuh bulan. Tingkeban dipercaya dapat memberi keselamatan kepada calon ibu
dan anak yang ada dalam kandungan. Terdapat cerita mitos dalam pelaksaanaan
tradisi Tingkeban di Desa Tempurejo. Pertama, pelaksanaan tradisi Tingkeban
dipercaya memiliki tujuan esensial untuk menghormati para leluhur dari sang bayi
atau ngopahi kaki among lan nini among. Kedua, pelaksanaan tradisi Tingkeban
juga diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada saudara gaib jabang bayi,
yaitu sedulur papat kelima pancer. Ketiga, mitos yang berkembang mengenai
pelaksanaan tradisi Tingkeban, yaitu apabila seorang wanita yang sedang
mengandung usia kandungan tujuh bulan tidak menjalani tradisi Tingkeban maka
diyakini kandungannya bisa hilang dicuri pelaku pesugihan Pujan.
Fokus atau rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu wujud mitos dalam
tradisi Tingkeban, makna simbolik dalam tradisi Tingkeban, nilai-nilai budaya
pada mitos dalam tradisi, fungsi mitos dalam tradisi Tingkeban, dan pemanfaatan
mitos dalam tradisi Tingkeban pada masyarakat jawa di Tempurejo Kabupaten
Jember sebagai alternatif materi pembelajaran Bahasa Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun rancangan
penelitian yang digunakan, yaitu tradisi lisan dengan pendekatan etnografi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi,
wawancara, dokumentasi, transkripsi dan terjemahan. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik etnografi model spradley.Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa wujud
mitos dalam dalam tradisi Tingkeban berupa cerita yang diyakini oleh masyarakat
Desa Tempurejo, bahwa tradisi Tingkeban dilakukan sebagai bentuk
penghormatan kepada para leluhur (ngopahi kaki among lan nini among) dan
saudara gaib jabang bayi (sedulur papat kelima pancer) serta untuk menangkal
hal-hal buruk seperti ritual pesugihan Pujan. Makna simbolik mitos dalam tradisi
Tingkeban terkandung dalam sesaji, perlengkapan, maupun prosesinya. Nilai-nilai
budaya yang terkandung pada mitos dalam tradisi Tingkeban, yaitu: (1) nilai
religius, berupa keteringatan manusia terhadap Tuhan, keimanan manusia kepada
Tuhan, percaya kepada yang gaib, bersyukur dan bersedekah. (2) nilai sosial,
berupa kerukunan, gotong royong, dan saling menghargai atau toleransi. (3) nilai
kepribadian, berupa sopan santun, kedermawanan, kasih sayang, dan kesabaran.
Fungsi mitos dalam tradisi Tingkeban, yaitu: (1) sebagai sarana pengingat leluhur,
(2) sebagai sarana pengingat Tuhan, (3) sebagai sarana penyambung tali
silaturahmi dan kerukunan, (4) sebagai sarana untuk mengajarkan kepatuhan
budaya, (5) sebagai sarana untuk mengajarkan rasa bersyukur, dan (6) fungsi
ekonomi, yaitu sebagai penghasilan tambahan bagi masyarakat setempat yang
berprofesi sebagai pelukis wayang pada kelapa gading.
Mitos dalam tradisi Tingkeban dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
materi pembelajaran teks prosedur mata pelajaran Bahasa Indonesia jenjang
SMA/sederajat kelas XI kurikulum merdeka dengan tujuan pembelajaran
menganalisis stuktur dan kebahasaan teks prosedur. Selain dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif materi pembelajaran di kelas, juga dapat ditindaklanjuti menjadi
pembelajaran bermakna melalui kegiatan praktek pelaksanaan tradisi Tingkeban.
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan mitos dalam tradisi Tingkeban pada
masing-masing wilayah di Kabupaten Jember. Bagi yang ingin melakukan
penelitian serupa disarankan untuk meneliti tradisi Tingkeban dari sisi lain,
misalnya pergeseran nilai, prosesi atau ritual dalam tradisi Tingkeban. Terlepas
dari itu semua, hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan
untuk ilmu budaya, sastra lisan, dan pengembangan ilmu folklor