Pengaturan Akta PPAT Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Era Digital
Abstract
Komputer dan teknologi terkait, kini menjadi panduan utama bagi
masyarakat dalam era digital. Di era digital, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
berupaya turut serta pada kemajuan zaman melalui menyusun akta secara
elektronik. Pemerintah telah menetapkan aturan baru terkait produk hukum
PPAT, yaitu akta otentik, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 2021 mengenai Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun,
dan Pendaftaran Tanah. Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian
tersebut ialah, apa landasan pertimbangan penerapan akta PPAT elektronik
sebagai alat bukti pada era digital, apa dasar ratio legis pelaksanaan pembuatan
akta berupa fisik menjadi elektronik, serta bagaimana perbandingan hukum akta
elektronik dengan akta konvensional.
Penelitian tersebut ialah tipe penelitian hukum yuridis normatif.
Pendekatan yang penulis gunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi sumber
bahan hukum primer, sekunder, dan non hukum. Metode pengumpulan data studi
kepustakaan dan analisis bahan hukum secara deduktif.
Hasil penelitian ini, landasan pertimbangan penerapan akta PPAT
elektronik sebagai alat bukti pada era digtal, diatur dalam bidang ke-PPAT-an
dengan adanya perkembangan pada Pasal 86 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
2021 mengenai Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran tanah. Hal ini mulai terbukanya kesempatan bahwa Akta Pejabat
Pembuat Akta Tanah terlaksana secara elektronik melalui memanfaatkan media
sosial yakni tanpa memerlukan kehadiran fisik. Maknanya, akta PPAT elektronik
tersebut bisa disusun tanpa bertatap muka antara klien dengan PPAT. Ratio Legis Pelaksanaan Pembuatan Akta Berupa Fisik Menjadi
Elektronik merupakan alasan atau tujuan hukum di balik dibuatnya suatu
peraturan atau norma hukum dengan memiliki pertimbangan hukum yang jelas
sehingga bisa memberikan kemanfaatan hukum dan kepastian hukum untuk
masyarakat. Perbandingan antara Hukum Akta Elektronik dan Akta
Konvensional dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti definisi dan bentuk,
keabsahan dan legalitas, proses pembuatan, penyimpanan dan keamanan, bukti
hukum, keterbatasan dan tantangan. Selain itu, juga disertai dasar hukumnya di
masing-masing perbandingan hukum antara akta elektronik dan akta
konvensional. Hal ini bertujuan untuk memenuhi fungsi yang sama, yaitu sebagai
alat bukti dalam transaksi atau perjanjian hukum.
Kesimpulan dari penulisan ini adalah landasan pertimbangan penerapan
akta PPAT elektronik sebagai alat bukti pada era digital dengan memberlakukan
Pasal 86 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Ratio legis pelaksanaan
pembuatan akta berupa fisik menjadi elektronik merupakan alasan atau tujuan
hukum di balik dibuatnya suatu peraturan atau norma hukum adanya transformasi
berupa konvensional menjadi digital dengan pertimbangan hukum yang jelas
sehingga dapat memberikan kemanfaatan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Perbedaan mendasar antara akta konvensional dan akta elektronik
terletak pada definisi dan bentuk, keabsahan dan legalitas, proses pembuatan,
penyimpanan dan keamanan, bukti hukum, serta keterbatasan dan tantangan yang
disertai dengan masing-masing dasar hukum didalamnya.
Saran dari penulisan skripsi ini adalah disarankan bagi pemerintah guna
menyempurnakan Pasal 86 PP 18/21 yang tidak bertentangan dengan UU ITE
sehingga akta elektronik bisa digunakan untuk alat bukti yang sah, serta bisa
menjadi payung hukum bagi PPAT. Diharapkan pemerintah dalam pelaksanaan
peralihan pembuatan akta dari fisik menjadi elektronik agar lebih efektif, efisien,
terjaminnya perlindungan hukum, dan dapat diandalkan dalam era digital. Serta
pemerintah dan lembaga terkait harus memperhatikan validitas hukum,
keamanan, hingga penerimaan sebagai alat bukti di pengadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6321]