Hak Gugat Notaris di Peradilan Tata Usaha Negara atas Keputusan Pemberhentian dengan Tidak Hormat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Abstract
Notaris yang melanggar UUJN dan/atau kode etik profesi, dapat dikenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Berkaitan dengan hal tersebut Notaris akan diperiksa oleh Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Notaris. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara berjenjang mulai dari pemeriksaan di tingkat Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dan Majelis Pengawas Pusat (MPP). Khusus sanksi usulan pemberhentian dengan tidak hormat diajukan oleh MPW kepada MPP dan karenanya MPP dapat menguatkan, mengubah atau membatalkan putusan MPW dan mengeluarkan putusan sendiri. Putusan MPP yang amarnya memberikan sanksi usulan pemberhentian dengan tidak hormat, diajukan kepada Menteri untuk diterbitkan keputusan pemberhentiannya. Kerancuan putusan MPP yang di satu sisi bersifat usulan akan tetapi ditindaklanjuti Menteri dengan menerbitkan keputusan pemberhentian dengan tidak hormat dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian terkait dasar penetapan keputusan Menteri terkait pemberhentian dengan tidak hormat notaris. Selain itu, sebagai perlindungan hukum bagi notaris, terhadap putusan MPW dapat diajukan upaya hukum banding administratif kepada MPP, namun tidak ditemukan upaya hukum terhadap putusan MPP tersebut. Penelitian ini mengkaji dan menemukan kepastian hukum terkait dasar penetapan Keputusan Menteri tentang pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris, mengkaji dan menemukan hak gugat notaris terhadap dasar keputusan menteri tentang pemberhentian dengan tidak hormat, serta mengkaji dan menemukan prospek perlindungan hukum notaris atas dasar penetapan keputusan pemberhentian dengan tidak hormat tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang menelaah norma yang ada pada aturan perundang-undangan khususnya UUJN dan Permenkumham yang berkaitan dengan kepastian hukum dasar penetapan keputusan Menteri tentang pemberhentian dengan tidak hormat notaris. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini ada tiga yaitu: pendekatan perundang-undangan, digunakan untuk menelaah aturan hukum yang berkaitan dengan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap notaris; pendekatan konseptual yang digunakan untuk menganalisis karakteristik putusan majelis pengawas notaris sebagai badan tata usaha negara; serta pendekatan historis untuk menelusuri sejarah lembaga hukum pengawasan notaris sebelum berlakunya UUJN dan setelah berlakunya UUJN dengan dibentuknya Majelis Pengawas Notaris.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditemukan bahwa Putusan MPP tentang usulan penjatuhan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat merupakan KTUN yang bersifat konstitutif sebagai dasar penetapan keputusan Menteri tentang pemberhentian dengan tidak hormat sebagai KTUN yang bersifat deklaratif. Notaris seharusnya sudah dapat menentukan langkah yang akan dilakukan terkait jabatannya sejak putusan MPP tersebut dibacakan. Obyek sengketa pada peradilan tata usaha negara adalah KTUN sebagaimana UU PERATUN dan telah diperluas melalui ketentuan Pasal 1 angka 7 jo. Pasal 87 UUAP dan karenanya notaris memperoleh hak gugat terhadap putusan MPP sebagai dasar penetapan keputusan Menteri tentang pemberhentian dengan tidak hormat. Prospek perlindungan hukum bagi notaris yang tidak puas atas putusan MPP sebagai dasar penetapan keputusan Menteri adalah dengan mengajukan gugatan di peradilan tata usaha negara. Kedepannya, upaya hukum tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan tenggat waktu pengajuan gugatan sesuai aturan yang berlaku. Menteri tidak dapat menindaklanjuti putusan MPP tersebut apabila Pengadilan mengabulkan gugatan notaris yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diberikan rekomendasi, pertama kepada Menteri atau instansi Majelis Pengawas Notaris diperlukan ketentuan tambahan terkait mekanisme penundaan pelaksanaan keputusan Menteri khususnya terkait pemblokiran akun dan penunjukan notaris pemegang protokol. Hal ini bertujuan untuk melindungi notaris dari akibat hukum atas pemberhentian dengan tidak hormatnya sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kedua, diperlukan ketentuan tambahan terkait tenggat waktu agar notaris yang merasa keberatan atas putusan MPP terkait usulan pemberhentian dengan tidak hormat dapat mengajukan gugatan di PTUN. Usulan pemberhentian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan tenggat waktu pengajuan upaya hukum melalui gugatan di PTUN. Apabila pengadilan mengabulkan upaya hukum sebagaimana dimaksud, maka MPP wajib mencabut dan membatalkan putusannya dan karenanya Menteri tidak dapat menindaklanjuti putusan MPP dengan menerbitkan keputusan pemberhentian dengan tidak hormatnya beserta segala akibat hukumnya.
Collections
- MT-Science of Law [348]