dc.description.abstract | Iklan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi mengenai
barang dan atau jasa dari pelaku usaha kepada konsumen, diharapkan dengan
informasi didalam iklan dapat dipergunakan sebagai panduan bagi konsumen
dalam memilih dan membeli barang dan jasa dengan tepat. Tetapi
perkembangannya periklanan saat ini tidak jarang melampaui batas-batas logika
dan rasio, serta menyesatkan. Kecenderungan apa yang dijanjikan dalam iklan
tidak sesuai dengan kenyataan telah menjadi pemandangan sehari-hari, sehingga
konsumen dapat dirugikan.
Tesis ini menitik beratkan pada 3 (tiga) rumusan masalah, yaitu 1)
Bagaimana pengaturan iklan dalam transaksi barang dan/atau jasa antara pelaku
usaha kepada konsumen? 2) Bagaimana Negara memberikan perlindungan
terhadap konsumen dari informasi iklan barang dan/atau jasa yang menyesatkan?
dan 3) Bagaimana tanggungjawab pelaku usaha atas kerugian yang dialami
konsumen akibat informasi iklan barang dan jasa yang menyesatkan?
Setelah dilakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini undang-undang yang mengatur secara
khusus tentang periklanan belum ada. Meskipun demikian, beberapa undangundang,
banyak pasal-pasalnya yang mengatur mengenai periklanan, seperti
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran, Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undangundang
No 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-undang No 7 Tahun 1996
tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan pangan, Surat keputusan menteri yang mengatur
pengawasan kegiatan periklanan, Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia.
Pengaturan periklanan dalam hukum pidana, apabila ditinjau Buku kedua KUHP
Bab XXV (dua puluh lima), termaksuk dalam ketentuan mengenai kejahatan
perbuatan curang atau yang lebih dikenal dengan istilah penipuan, yang terdiri
dari dua puluh Pasal. Seperti Pasal 204 KUHP, Pasal 378 KUHP, Pasal 383
KUHP, Pasal 386 KUHP, dan Pasal 390 KUHP
Negara Indonesia yang menganut paham walfare state (Negara
kesejahteraan rakyat) membuat negara ikut campur dalam perekonomian
rakyatnya melalui berbagai kebijakan yang berwujud dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
membawa era baru dalam upaya memberikan perlindungan hukum kepada
konsumen oleh negara. Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan
konsumen, maka dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional dan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen. Berkaitan dengan periklanan, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen memuat pengaturannya bersama dengan perbuatanperbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha, dalam Pasal 9, 10, 12, 13, 17 dan
Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bentuk lain perlindungan
konsumen oleh negara dari informasi iklan barang dan jasa yang menyesatkan
dapat dilihat dalam putusan hakim yang adil serta menerapkan asas-asas dan
aturan hukum sebagaimana mestinya.
Perlindungan konsumen oleh Negara selain membuat kebijakan yang
berwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan, didalam Undang-undang
Perlindungan Konsumen secara umum negara mengemban tugas pembinaan dan
pengawasan penyelengaraan perlindungan konsumen, termasuk tugas pembinaan
dan pengawasan kegiatan periklanan. Masalah pertanggungjawaban atas kerugian
yang dialami konsumen akibat informasi iklan barang dan jasa yang menyesatkan,
konsumen mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha
yaitu pertanggungjawaban secara Perdata, pertanggungjawaban secara Pidana dan
pertanggungjawaban secara Administrasi Negara. | en_US |