Show simple item record

dc.contributor.authorSAFIRA, Lucky Anggi
dc.date.accessioned2025-02-05T07:55:36Z
dc.date.available2025-02-05T07:55:36Z
dc.date.issued2025-01-10
dc.identifier.nim180710101444en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125196
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 5 Februari 2025_Kurnadien_US
dc.description.abstractSengketa dalam pertanahan merupakan suatu hal yang tidak asing lagi untuk didengar dikalangan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang hidup di lingkungan daerah. Banyak sekali ditemukan beberapa sengketa pertanahan yang kerap kali terjadi. Hal ini dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh Dirjen Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN yang menyebutkan terdapat sekitar 20.000 bidang tanah yang masuk kategori sengketa dan konflik dalam rentang waktu tahun 2017-2022 yang diketahui melalui program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Disisi lain, Kementerian ATR/BPN juga membeberkan terdapat ribuan kasus atau konflik pertanahan di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan, terdapat sekitar 8.000 kasus sengketa tanah yang terjadi selama tahun 2022. Hal ini disampaikan oleh Menteri ATR/BPN dalam acara Infrastructure Outlook 2022. Permasalahan dalam sengketa pertanahan khususnya kepemilikan hak atas tanah dapat diselesaikan melalui jalur non-litigasi maupun litigasi. Penyelesaian perkara melalui jalur non-litigasi biasanya diselesaikan melalui jalur diluar pengadilan seperti mediasi, negosiasi, konsiliasi dan arbitrase sedangkan litigasi merupakan penyelesaian yang diselesaikan melalui jalur pengadilan. Hakim dalam menyelesaikan perkara perdata membutuhkan adanya keyakinan serta kepastian yang baik di pengadilan, termasuk pemeriksaan alat bukti yang diajukan baik oleh penggugat maupun tergugat dalam sidang agenda pembuktian. Pada penyusunan skripsi ini penulis merumuskan 2 (dua) rumusan masalah yaitu Pertama, bagaimana peraturan mengenai pemeriksaan setempat yang diatur dalam hukum positif Indonesia dan Kedua, apakah ratio decidendi hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 8/Pdt.G/2022/PN Jmr yang amarnya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Pada skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan terhadap isu hukum yang menjadi objek penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual serta pendekatan kasus dengan menggunakan Sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hakim dalam menyelesaikan perkara membutuhkan adanya keyakinan serta kepastian yang baik di pengadilan, termasuk pemeriksaan alat bukti yang diajukan dari kedua belah pihak. Meskipun telah diatur alat bukti dalam hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 164 Herziene Indonesich Reglement (HIR) dan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu surat, saksi, pengakuan, sumpah, serta persangkaan, namun tidak jarang dalam pemeriksaan alat bukti, khususnya dalam sengketa pertanahan terdapat penggunaan instrumen pemeriksaan setempat sebagai alat bukti pelengkap untuk membuat terang pembuktian. Instrumen pemeriksaan setempat tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan sebagai alat bukti. Pasal 153 HIR dan SEMA No. 1/2007 menjelaskan pemeriksaan setempat digunakan untuk mendukung suatu alat bukti dalam perkara perdata khususnya sengketa pertanahan jika memang dipandang perlu oleh hakim. Dalam Putusan Nomor 8/Pdt.G/2022/PN Jmr Penggugat dalam gugatannya menyatakan bahwa Tergugat telah menguasai tanah seluas 1.628 m2, namun Tergugat membantahnya melalui eksepsi bahwasannya Tergugat hanya menguasai tanah tersebut seluas kurang lebih 814 m2, sehingga menyebabkan batas-batas objek sengketa tidak jelas dan menyebabkan gugatan menjadi kabur. Oleh karena terdapat perbedaan dalil antara luas tanah yang dikuasai dari Penggugat maupun Tergugat, majelis hakim melaksanakan pemeriksaan setempat. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Setempat, telah terbukti ternyata Tergugat menguasai objek sengketa hanya seluas 828 m2. Sehingga berdasarkan uraian pertimbangan diatas terdapat perbedaan mengenai luas dan batas objek sengketa sehingga menimbulkan ketidakpastian atas luas objek sengketa. Apabila ditinjau dari hukum positif yang berlaku di Indonesia pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR dan Pasal 180 R.Bg tidaklah diatur mengenai benda yang dapat dilakukan pemeriksaan setempat. Namun meskipun demikian permasalahan mengenai benda tersebut sendiri dijawab oleh Pasal 211 ayat (2) RV yaitu benda yang dapat dilakukan pemeriksanaan setempat adalah segala benda bergerak yang sulit untuk dibawa ke ruang sidang. Dan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2001 tentang pemeriksaan setempat dimana dijelaskan bahwa pemeriksaan setempat dapat dilaksanakan dikhususkan kepada benda tetap saja agar nantinya tidak memunculkan kesulitan bilamana benda tersebut akan dilaksanakan eksekusi. Kesimpulan dari skripsi ini antara lain, pemeriksanaan setempat merupakan salah satu cara pembuktian di luar lima alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Perdata. Meskipun pemeriksaan setempat tidak dianggap secara formal sebagai alat bukti, karena tidak termasuk dalam daftar alat bukti yang diakui oleh Pasal 164 HIR, 283 RBg, atau Pasal 1866 KUHPerdata, namun hasil dari pemeriksaan setempat tetap dapat mempengaruhi putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim. Terhadap Putusan tersebut, ratio decidendi utama hakim yang digunakan dalam memutus perkara tersebut adalah berkaitan dengan ketidaksesuaian luasan uraian dalam gugatan dengan yang dihasilkan dari pemeriksaan setempat. Dengan demikian, penting untuk mengatur pemeriksaan setempat secara lebih rinci. Saran yang dapat penulis berikan dari penulisan ini sebaiknya pemerintah memperkuat pengaturan mengenai pemeriksaan setempat yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengatur Penyempurnaan prosedur pemeriksaan setempat, pengaturan tata cara, pemberian kewenangan, perlindungan hak-hak para pihak dan penyusunan pedoman sehingga tidak hanya mengikat pada lembaga Mahkamah Agung saja namun untuk ditaati oleh pihak yang berperkara agar pemeriksaan setempat memiliki dasar hukum dan pedoman yang jelas dan Hakim dalam mempertimbangkan suatu putusan selain mendasarkan kepada alatalat bukti dan hasil pemeriksaan setempat sebaiknya juga harus memperhatikan aspek aspek pelanggaran hukum sehingga dengan diperhatikannya keseluruhan pelanggaran hukum yang terjadi.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama: Dr. Nuzulia Kumala Sari, S.H., M.H., CLA. Dosen Pembimbing Anggota: Rhama Wisnu Wardhana, S.H., M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Hukumen_US
dc.subjectUrgensi Pemeriksaan Setempaten_US
dc.subjectPembuktian Sengketa Tanahen_US
dc.subjectHukum Acara Perdataen_US
dc.titleUrgensi Pemeriksaan Setempat Sebagai Pembuktian Sengketa Tanah dalam Hukum Acara Perdata (Studi Putusan Nomor: 8/Pdt.G/2022/PN JMR)en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiHukum Perdataen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Nuzulia Kumala Sari, S.H., M.H., CLA.en_US
dc.identifier.pembimbing2Rhama Wisnu Wardhana, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.validatorKacung- 4 Februari 2025en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record