Show simple item record

dc.contributor.authorRAHMAN, Zulfan Muhammad
dc.date.accessioned2024-08-27T03:20:58Z
dc.date.available2024-08-27T03:20:58Z
dc.date.issued2024-01-24
dc.identifier.nim180910101070en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/124236
dc.descriptionFinalisasi oleh Taufik_Lia Tgl 27 Agustus 2024en_US
dc.description.abstractSetelah pertama kali menggelar Olimpaide pada tahun 1964 lalu, untuk yang kedua kalinya, Jepang kembali terpilih menjadi tuan rumah dari festival akbar olahraga empat tahunan tersebut untuk Olimpiade 2020. Dengan ambisi bahwa Olimpiade tersebut akan menjadi titik balik pasca diluluhlantahkan oleh bencana Tohoku tahun 2011 lalu, Jepang mengusung semangat yang tinggi dan berharap bahwa momen tersebut akan menjadi momen "recovery Olympics" bagi mereka. Namun sayangnya nasib buruk menimpa Negeri Matahari Terbit. Ketika pelaksanaan telah di depan mata, pandemi COVID-19 mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia —tak terkecuali, Jepang—. Dengan merambahnya pandemi COVID19 ke daratan Jepang, situasi sulit ini secara langsung turut mempengaruhi jalannya Olimpiade Tokyo 2020. Dengan ancaman kesehatan yang semakin nyata, pemerintah bersama IOC menyepakati keputusan untuk menunda pelaksanaan kompetisi olahraga ini selama setahun, berharap situasi krisis kesehatan ini menjadi membaik setahun kemudian. Dengan adanya pandemi ini, Jepang dipaksa untuk 'memutar otak' agar pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020 dapat bergulir kendati tengah kondisi krisis kesehatan. Penulisan skripsi ini dituntun dengan teori dan beberapa konsep. Teori yang digunakan adalah teori Diplomasi, sementara konsep yang dipakai untuk menjelaskan situasi Jepang adalah diplomasi publik dan soft power. Penggunaan teori diplomasi dalam tulisan ini akan menjelaskan bagaimana tujuan Jepang selaku tuan rumah kembali melaksanakan Olimpiade. Sementara itu, penggunaan konsep diplomasi publik dalam pembahasan akan memberikan gambaran tentang ‘target’ dan tujuan dari diplomasi yang dilakukan oleh Jepang. Kemudian dengan menggunakan konsep soft power yang diusung oleh Jonathan Grix, penulis akan menjabarkan tentang bagaimana Jepang memanfaatkan soft power resources yang dimiliki olehnya. Terakhir, konsep diplomasi Olimpiade akan merasionalisasikan segala tindakan Jepang dalam mengeksploitasi Olimpiade sebagai media untuk memanfaatkan soft power dalam memujurkan kepentingan diplomasi, Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya bentuk adaptasi Jepang sebagai bentuk disrupsi dalam melaksanakan Olimpiade yang berlangsung di masa pandemi. Dari berbagai data yang dihimpun, dapat dilihat bahwa Jepang memiliki perspektif yang berbeda dalam melaksanakan Olimpiade Tokyo 2020. Kontras dengan apa yang dilakukan oleh berbagai tuan rumah sebelumnya, —dikarenakan keberadaan pandemi COVID-19— Jepang memanfaatkan ajang ini sebagai “kickstarter” untuk aktifitas diplomasi yang akan berlangsung di masa mendatang. Hal tersebut menunjukkan bahwa Jepang berhasil memanfaatkan Olimpiade ini sebagai momen recovery Olympics. Recovery yang dimaksud bukan hanya dari bencana Tohoku 2011, namun lebih jauh lagi, juga recovery dari pandemi COVID19.en_US
dc.description.sponsorshipAgus Trihartono, S.Sos., M. A, Ph.D. Drs. Agung Purwanto, M. Si.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politiken_US
dc.subjectDIPLOMASIen_US
dc.subjectDIPLOMASI PUBLIKen_US
dc.subjectCOVID-19en_US
dc.subjectSOFT POWERen_US
dc.subjectOLIMPIADEen_US
dc.subjectJEPANGen_US
dc.titleDiplomasi Publik Jepang Melalui Olimpiade Tokyo 2020 di Masa Pandemi COVID-19en_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiHubungan Internasionalen_US
dc.identifier.pembimbing1Agus Trihartono, S.Sos., M. A, Ph.D.en_US
dc.identifier.pembimbing2Drs. Agung Purwanto, M. Si.en_US
dc.identifier.validatorTaufiken_US
dc.identifier.finalizationTaufiken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record