Show simple item record

dc.contributor.authorPRAMISWARI, Irene Dyah Ayu
dc.date.accessioned2024-07-11T03:41:47Z
dc.date.available2024-07-11T03:41:47Z
dc.date.issued2024-06-19
dc.identifier.nim200710101022en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/121934
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 11 Juli 2024_Kurnadien_US
dc.description.abstractArtificial Intelligence adalah sistem komputer atau perangkat lunak yang meniru proses berpikir dan perilaku manusia dengan tujuan membantu dalam beberapa kasus menggantikan manusia dalam lingkungan bisnis dan sosial tertentu. Di negara Afrika Selatan dan Australia mengakui bahwa Artificial Intelligence atau DABUS sebagai penemu, “penemuan ini dihasilkan secara mandiri oleh kecerdasan buatan.” Namun dengan adanya keputusan Pengadilan Federal Australia ini maka Dabus tidak didaftarkan sebagai objek paten melainkan sebagai inventor, sama hal nya seperti di negara Afrika Selatan yang menerbitkan penerimaan Paten No. 2021/03242 (“Paten SA DABUS”) di jurnal Paten Afrika Selatan. Di Indonesia sudah banyak berbagai macam kecerdasan buatan yang masuk dan beredar di negara Indonesia, seperti, TVone menggunakan avatar Artificial Intelligence, Tvone.ai karni ilyas, robot yang ada di sumedang yang dibuat oleh Muhammad Ihsan Ismail dengan menggunakan Artificial Intelligence. tetapi belum ada undang undang yang mengatur secara khusus mengenai Artificial Intelligence saat ini. Dalam pembahasan kali ini penulis ingin menganalisi apakah Artificial Intelligence dapat dikatakan sebagai subjek hukum dalam hukum Indonesia? dan Bagaimana perbandingan hukum kedudukan Artificial Intelligence dalam permohonan Paten dan Hak Cipta di Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia? Tujuan dari penulisan ini yakni terdiri dari dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus untuk mengetahui Teori Hukum tentang Subjek Hukum pada Artificial Intelligence dan perbandingan hukum kedudukan Artificial Intelligence dalam permohonan Paten dan Hak Cipta di Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia. Manfaat dari penulisan ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Metode yang digunakan pada penulisan skripsi ini yaitu metode penelitian yuridis normatif yang mengacu pada peraturan perundang-undangan dan kajian Pustaka. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan, serta sumber bahan hukum primer, sekunder, dan non hukum. Kajian pustaka dalam penulisan skripsi ini meliputi beberapa substansi yaitu: Pertama, tentang Teori Subjek Hukum, pada sub-bab pertama membahas tentang pengertian Teori Hukum, pada sub-bab kedua membahas mengenai Subjek Hukum. Kedua, tentang Artificial Intelligence, pada sub-bab pertama membahas mengenai pengertian Artificial Intelligence, pada sub-bab kedua membahas tentang perkembangan Artificial Intelligence, pada sub-bab ketiga membahas mengenai tujuan dibuatnya Artificial Intelligence. Ketiga, tentang Hak Kekayaan Intelektual, pada sub-bab pertama membahas tentang pengertian Hak Kekayaan Intelektual, pada sub-bab kedua membahas mengenai jenis Hak Kekayaan Intelektual, pada sub-bab ketiga membahas mengenai paten, pada sub-bab keempat membahas mengenai Hak Cipta. Unsur-unsur subjek hukum manusia dan badan hukum Artificial Intelligence tidak memenuhi kedua unsur tersebut yaitu sebagai subjek hukum manusia maupun badan hukum, didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta) dan Undang undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten (selanjutnya disebut Undang-undang Paten). Dalam Undang-undang Hak Cipta, Artificial Intelligence tidak dapat diakui sebagai Pencipta atau inventor. Dilihat dari pasal 1 angka 2 dan angka 27 Undang undang Hak Cipta dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hanya “seseorang” atau “orang” yang dapat menerima hak cipta dan pemegang paten. Sedangkan Dalam konteks Undang-undang Paten di Indonesia, Indonesia tidak mengakui Artificial Intelligence sebagai inventor karena berdasarkan Pasal 10 juncto Pasal 1 Angka 13 Undang-undang Paten menyebutkan hanya orang atau seseorang yang dapat menjadi inventor. Afrika Selatan adalah satu-satunya negara yang mengakui bahwa Artificial IntelligenceI dapat menjadi Inventor atau penemu, dalam kasus DABUS negara Afrika Selatan memberikan paten kepada temuan yang telah dihasilkan oleh DABUS atau Artificial Intelligence tersebut. Secara yuridiksi Afrika Selatan yang saat ini tidak melakukan pemeriksaan substantif atas permohonan paten, kepatuhan terhadap persyaratan formal seperti mengidentifikasi penemu dalam dokumen permohonan paten akan memungkinkan permohonan paten dikabulkan. Negara Australia sempat mengakui Artificial Intelligence atau DABUS sebagai inventor atau penemu, tetapi saat naik banding, Pengadilan Penuh di Pengadilan Federal Australia dalam Komisaris Paten melawan Stephen Thaler [2022] FCAFC 62 membatalkan keputusan awal, dengan dasar bahwa “penemu”, dalam pengertian Bagian 15(1) Paten Act 1990, harus merupakan “orang perseorangan”. Di Indonesia pada lingkup Hak Cipta tidak mengakui Artificial Intelligence menjadi subjek hukum karena dalam pasal 1 angaka 2 Undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, menyebutkan hanya manusia yang dapat menjadi pemegang hak cipta, dijelaskan juga dalam pasal 1 angka 27 Undang undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Bahwa kesimpulannya Artificial Intelligence tidak dapat menjadi subjek hukum karena tidak memenuhi unsur subjek hukum manusia dan badan hukum, ditinjau juga pada undang-undang Paten dan Undang-undang Hak Cipta hanya orang atau seseorang saja yang dapat menjadi pemegang hak cipta dan Inventor. Penulis juga memberi saran dalam skripsi ini bahwa dinegara Australia, Afrika Selatam maupun Negara Indonesia dapat memperbaiki isi peraturan hukum yang sedang berlaku untuk memasukkan Artificial Intelligence didalamnya agar tidak terjadi ketimpangan dalam permasalahan yang dihadapi dimasa sekarang maupun di masa mendatang dan mendapat kejelasan atas kedudukan Artificial Intelligence dimasa mendatang dengan melihat Artificial Intelligence semakin canggih dan sudah beredar di mana-mana.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Dr. Yusuf Adiwibowo, S.H.,LL.M. Dosen Pembimbing Anggota : Emi Zulaika, S.H.,M.H.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectArtificial Intelligenceen_US
dc.subjectPatenen_US
dc.subjectHak Ciptaen_US
dc.subjectSubjek Hukumen_US
dc.titleArtificial Intelligence dalam Teori Subjek Hukum (Studi Perbandingan Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia) sebagai Pihak dalam Permohonan Paten dan Hak Ciptaen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Dr. Yusuf Adiwibowo, S.H.,LL.Men_US
dc.identifier.pembimbing2Emi Zulaika, S.H.,M.Hen_US
dc.identifier.validatorKacung- 5 Juli 2024en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record