Nilai-nilai Pendidikan Karakter dan Kearifan Lokal pada Cerita Rakyat dari Tengger Karya Wiratmoko sebagai Alternatif Materi Ajar Keterampilan Menyimak Kelas V Sekolah Dasar
Abstract
Proses penanaman karakter dapat diperoleh melalui satuan pendidikan.
Pemerintah menerapkan penanaman karakter di satuan pendidikan melalui
kurikulum 2013 dengan mengintegrasikan 18 nilai-nilai pendidikan karakter
menurut Kementerian Pendidikan Nasional pada proses pembelajaran. Nilai
pendidikan karakter tersebut diantaranya religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Faktor penunjang pembentukan karakter juga dapat diperoleh melalui nilai
dan budaya yang bersumber dari kearifan lokal. Proses pembentukan karakter
berbasis kearifan lokal salah satunya dapat melalui cerita rakyat berjudul “Cerita
Rakyat dari Tengger” karya Wiratmoko. Cerita Rakyat dari Tengger karya
Wiratmoko mengandung nilai-nilai pendidikan karakter dan kearifan lokal,
sehingga cocok dimanfaatkan sebagai alternatif materi ajar keterampilan menyimak
khususnya untuk peserta didik kelas V SD. Berdasarkan pernyataan tersebut,
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa sajakah nilai-nilai pendidikan
karakter dan kearifan lokal yang terdapat dalam Cerita Rakyat dari Tengger karya
Wiratmoko serta pemanfaatannya sebagai alternatif materi ajar keterampilan
menyimak kelas V SD?
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data terdiri atas: (1) pengumpulan
data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; dan (4) penarikan kesimpulan.
Hasil dan pembahasan dalam penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalam Cerita Rakyat dari Tengger meliputi:
(1) religius; (2) jujur; (3) disiplin; (4) toleransi; (5) kreatif; (6) kerja keras; (7)
demokratis; (8) rasa ingin tahu; (9) bersahabat/ komunikatif; (10) cinta damai; (11)
peduli sosial; dan (12) tanggung jawab. Nilai pendidikan karakter tersebut
ditunjukkan melalui kata, kalimat, dialog, paragraf, peristiwa, dan tindakan yang
terdapat pada Cerita Rakyat dari Tengger karya Wiratmoko.
Kearifan lokal yang terdapat dalam Cerita Rakyat dari Tengger karya
Wiratmoko meliputi bahasa, tradisi, keyakinan, nama suku, masyarakat suku
Tengger, dan tempat peninggalan. Cerita Rakyat dari Tengger karya Wiratmoko
juga mengandung 6 dimensi kearifan lokal yang meliputi: (1) dimensi pengetahuan
lokal; (2) nilai lokal; (3) keterampilan lokal; (4) sumber daya lokal; (5) pengambilan
keputusan lokal; dan (6) solidaritas kelompok lokal. Dimensi kearifan lokal
ditunjukkan melalui kata, kalimat, dialog, paragraf, peristiwa, dan tindakan pada
Cerita Rakyat dari Tengger karya Wiratmoko.
Pemanfaatan Cerita Rakyat dari Tengger karya Wiratmoko dapat dijadikan
alternatif materi ajar Bahasa Indonesia berupa audio rekaman melalui kegiatan
menyimak yang sesuai dengan KD 3.8 yaitu menguraikan urutan peristiwa atau
tindakan yang terdapat pada teks nonfiksi. KD 4.8 menyajikan kembali peristiwa
atau tindakan dengan memperhatikan latar cerita yang terdapat pada teks fiksi.
Peserta didik dapat melakukan kegiatan menyimak intensif dengan cara
mendengarkan audio rekaman yang berisikan tentang Cerita Rakyat dari Tengger
dengan cermat.
Saran dari penelitian ini adalah materi ajar menyimak melalui audio rekaman
hanya berasal dari buku Cerita Rakyat dari Tengger karya Wiratmoko saja,
sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari kearifan lokal suku Tengger
lainnya agar memiliki wawasan, pengetahuan, dan mampu mengambil nilai moral
yang terkadung di dalamnya. Guru dapat memanfaatkan cerita rakyat dari daerah
setempat sebagai materi ajar agar peserta didik mampu mengetahui kearifan lokal
di lingkungan sekitarnya. Bagi peneliti lain disarankan dapat memanfaatkan
kearifan lokal sekitar tempat tinggalnya menjadi bahan ajar atau media
pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.