Isu Perdagangan Manusia di Amerika Serikat Era Pemerintahan Donald Trump Tahun 2017-2019
Abstract
Perdagangan manusia merupakan permasalahan keamanan manusia.
Menurut United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC), perdagangan
manusia merupakan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau
penerimaan orang secara paksa dan penipuan dengan tujuan mendapatkan
keuntungan. Sejak sebelum masa pemerintahan Donald Trump yaitu pada 2016,
korban perdagangan manusia cukup tinggi berjumlah dan terus meningkat hingga
awal masa pemerintahan Trump pada 2017. Untuk menangani permasalahan
tersebut, Trump mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meminimalisir
peningkatan kasus perdagangan manusia. Trump mengeluarkan kebijakan melalui
perintah eksekutif dan pembaharuan Trafficking Victims Protection Act (TVPA)
pada 2018 dan 2019.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) merupakan negara tujuan bagi banyak
imigran dari seluruh dunia. Pada 2019, jumlah imigran di AS mencapai 44,9 juta
jiwa. Besarnya arus migrasi tersebut mendorong pemerintahan Trump untuk
membatasi jumlah imigran yang masuk ke AS. Trump memersepsikan bahwa
keberadaan imigran di AS adalah hal yang merugikan. Persepsi tersebut muncul
karena jumlah imigran yang banyak menimbulkan peluang masalah seperti
peningkatan jumlah korban perdagangan manusia di AS. Ringkasnya, persepsi ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah imigran yang masuk ke AS maka
semakin banyak kasus perdagangan manusia.
Kebijakan yang sudah dibuat diharapkan dapat memberikan tujuan
perbaikan dalam penanganannya. Tujuan dari kebijakan yang ada adalah untuk
mencegah pertumbuhan jumlah korban, menegakkan hukum, dan memberikan
perlindungan kepada korban perdangan manusia. Meskipun demikian, kebijakankebijakan yang ada bukannya mengurangi justru meningkatkan jumlah korban
perdagangan manusia pada tahun 2017 hingga 2019. Berdasarkan fenomena
tersebut, tujuan penelitian ini yakni mengetahui efektivitas dari kebijakan mengenai
pemberantasan perdagangan manusia di AS.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
sebuah studi kasus. Dalam analisis penelitian, menggunakan teori evaluasi
kebijakan. Sedangkan konsep yang digunakan adalah human security, perdagangan
manusia dan kerentanan imigran. Teori evaluasi kebijakan digunakan untuk melihat
apakah kebijakan yang berlaku efektif dan tepat sasaran sesuai tujuan. Penggunaan
konsep human security berfungsi menjelaskan ketidakamanan yang dirasakan oleh
imigran secara personal terhadap ancaman ke dalam perdagangan manusia.
Kemudian, konsep perdagangan manusia dan kerentanan migran menjelaskan
mengenai posisi rentan imigran terhadap ekspolitasi perdagangan manusia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan manusia
Trump tidak efektif dan tidak berfokus pada perlindungan hak asasi manusia bagi
para korban perdagangan manusia. Bahkan kebijakannya belum dapat menurunkan
jumlah korban perdagangan manusia. Ketidakefektifan juga terlihat dari adanya
penurunan dalam investigasi dan penuntutan kasus perdangan manusia. Selain itu,
jumlah penundaan dan penolakan dalam pemberian status visa perlindungan (TVisa) pada korban perdagangan manusia juga bertampah. Oleh sebab itu, belum
terlihat adanya efektivitas antara tujuan yang diinginkan dan hasil yang terjadi