Analisis Pertimbangan Hakim dalam Perkara Hubungan Seksual Sesama Jenis (Gay) (Studi Putusan Nomor 49-K / PM.II-09 / AD / III / 2020)
Abstract
Pro dan kontra terhadap orientasi seksual dan keragaman gender (lesbian,
gay, biseksual, trangender/LGBT) di Indonesia masih terjadi, mereka yang pro akan
berlindung dibalik Hak Asasi Manusia sedangkan mereka yang kontra akan
mengatasnamakan agama. Terlepas dari kedua hal tersebut nyatanya masih banyak
orang-orang dengan orientasi beragam ini mengalami diskriminasi dan
kriminalisasi salah satunya di tempat kerja, sehingga ini menjadi perhatian ketika
hukum yang berlaku di Indonesia yang mengatakan dengan jelas tentang hubungan
sesama jenis hanya ada satu (1) yaitu pada Pasal 292 KUHP. Upaya kriminalisasi
kepada orang dengan orientasi yang berbeda dapat dilihat dalam Putusan Nomor
49-K / PM.II-09 / AD / III / 2020, dalam putusan tersebut terdakwa di pidana atas
dasar Pasal 281 ke-1 KUHP sehingga dalam skripsi ini memunculkan dua (2)
pertanyaan, yaitu: (1) Apakah Pasal 281 Ke-1 KUHP sudah tepat digunakan untuk
perkara hubungan seksual sesama jenis dalam Putusan Nomor 49-K / PM.II-09 /
AD / III / 2020; dan (2) Apakah pertimbangan Hakim dalam menjelaskan unsur
“terbuka”, “budaya” dan “pemecatan” dalam putusan Nomor 49-K / PM.II-09 / AD
/ III / 2020 telah sesuai dengan fakta dalam persidangan.Metode penelitian yang digunakan dala penulisan skripsi ini adalah
penelitian yuridis-normatif karena openyelesaian permasalahan dalam skripsi ini
menggunakan kaidah0kaidah hukum positif dengan menggunakan pendekatan
konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan
merupakan bahan huku primer, bahan hukum sekunder serta bahan non-hukum
serta dengan menganalisa bahan hukum hukum yang ada sebagai langkah terakhir.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa konsekuensi yang dihadapi
apabila hanya terdapat satu Pasal yaitu Pasal 292 KUHP yang mengatur secara jelas
mengenai hubungan sesama jenis adalah mereka yang melakukan hubungan sesama
jenis dan sesama dewasa tidak dapat di pidana kecuali hubungan sesama jenis
tersebut dilakukan dengan anak. Dalam putusan tersebut memang tidak
menggunakan Pasal 292 KUHP sebagai dasar, namun menggunakan Pasal 281 ke-1
KUHP dan unsur dalam Pasal 281 ke-1 tersebut juga tidak terpenuhi sesuai dengan perbuatan terdakwa. Upaya untuk memberhentikan anggota TNI juga tidak
disarankan selama perbuatan tersebut dapat diperbaiki dan tidak merugikan
kesatuan TNI dan tidak berakibat fatal dalam tugasnya sebgai anggota TNI.
Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa penegak hukum
berusaha untuk mengkriminalisasi orang-orang dengan keragaman gender dan
orientasi seksual. Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah bagi masyarakat
dalam melakukan hubungan seksual apapun orientasi seksualnya dengan tidak
melanggar aturan hukum yang ada; penegak hukum juga seharusnya cermat dalam
menerapkan Pasal, harus sesuai dengan kronologi dan fakta persidangan serta
unsur-unsur yang terdapat dalam pasal yang di terapkan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]