PRINSIP-PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT DENGAN KAPAL LAYAR
Abstract
Peningkatan kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi,
berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan di bidang pengangkutan.
Sehingga mendorong perkembangan dibidang teknologi, sarana dan prasarana
pengangkutan, ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengangkutan,
serta hukum pengangkutan. Perjanjian pengangkutan barang melalui laut
adalah perjanjian yang didasari pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang
juga merupakan syarat sahnya suatu perjanjian. Dan Prinsip-prinsip dalam
perjanjian yang antara lain, Konsensualitas, Kebebasan Berkontrak, Kekuatan
mengikat atau Pacta sunt servanda, Itikad baik, Kepribadian. Perjanjian
tersebut menimbulkah tanggung jawab masing-masing subjeknya seperti
ditegaskan dalam Pasal 468 KUHDagang dan Pasal 41 ayat (3) UU no 17
tahun 2008 Tentang Pelayaran. Dalam prakteknya ditemui adanya pengalihan
tanggung jawab dari pihak pengangkut kepada pihak penerima, dengnan
klausula-klausula yang ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan barang
melalui laut dengan kapal layar yang menerapkan standar kontrak, oleh karena
itu permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
: 1) Apakah Perjanjian Pengangkutan barang melalui laut dengan kapal layar,
telah sesuai dengan prinsip – prinsip dalam perjanjian ? 2) Apakah
Keterlambatan Penyerahan Barang dari pengangkut kepada penerima, telah
sesuai dengan prinsip tanggung jawab yang diatur dalam UU no 17 tahun
2008 tentang Pelayaran ? 3) Apakah Resiko dalam pengangkutan barang
melalui laut dengan kapal layar, mengakibatkan Pengalihan tanggung jawab
Dari pengangkut kepada pengirim ?.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Mengkaji
dan menganalisa Perjanjian pengangkutan barang melalui laut dengan kapal
layar apakah telah sesuai dengan prinsip-psinsip dasar perjanjian; 2)
Mengevaluasi dan mengkritisi tanggung jawab pengangkut dalam perjanjian
pengangkutan barang melalui laut dalam perjanjian pengangkutan barang
tersebut apakah telah sesuai dengan prinsip tanggung jawab dalam UU no 17
tahun 2008 Tentang Pelayaran; 3) Mengkaji dan menganalisis Resiko yang
mengakibatkan pengalihan tanggung jawab pengangkut dalam perjanjian
pengangkutan barang melalui laut dengan Kapal layar apakah bertentangan
dengan prinsip tanggung jawab pengangkut dalam UU no 17 tahun 2008
Tentang Pelayaran.
Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian
yuridis normatif, dengan pendekatan katan perundang-undangan (statute
approach). yang mengumpulkan bahan hukum Primer, bahan hukum sekunder
serta bahan non hukum cara studi pustaka.
Hasil penelitian yang dicapai adalah 1) Perjanjian Pengangkutan
barang melalui laut dengan kapal layar dalam praktek menerapkan perjanjian
baku, Sehingga pihak pengirim barang atau pemilik barang, tidak diberi
kesempatan untuk membicarakan isi perjanjian dan tidak boleh menambahkan
ataupun mengurangi isi perjanjian. Terdesak oleh kebutuhannya akan
pengangkutan barang maka pengirim terpaksa menandatangani perjanjian pengangkutan tersebut. Sehingga Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui
Laut Dengan Kapal Layar, tidak sesuai dengan Prinsip Itikad Baik. Sebab
prinsip itikad baik sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1338 ayat (3),
bertujuan untuk mencegah perbuatan yang tidak patut. Merujuk pada teorinya
Pitlo bahwa, Perjanjian baku merupakan perjanjian paksa ( dwang contract),
maka Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Laut Dengan Kapal Layar
mengandung unsur paksaan sehingga bertentangan dengan kepatutan
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1323 KUHPerdata. 2) Keterlambatan
penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima tidak sesuai dengan
prinsip tanggung jawab pengangkut. Prinsip tersebut diatur dalam Pasal 468
KUHD dan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, yang menegaskan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas
keterlambatan penyerahan barang kepada penerima. Namun dalam
penerapannya pengangkut mengalihkan tanggung jawabnya kepada penerima
dengan membebankan biaya-biaya yang timbul akibat panjangnya waktu
tunggu kapal dalam mengantri bongkar muatan dipelabuhan. 3) Risiko dalam
Pengangkutan Barang Melalui Laut Dengan Kapal Layar timbul karena
pengangkut tidak melaksanakan prestasi yang dibebankan kepadanya. Keadaan
memaksa, kelalaian dan Avarai merupakan penyebab Pengangkut tidak dapat
melaksanakan prestasinya. Risiko karena keadaaan memaksa maka pengangkut
dibebaskan dari tanggung jawabnya. Sedangkan risiko karena kelalaian dan
avarai merupakan tanggung jawab pengangkut, akan tetapi risiko ini sering
menimbulkan pengalihan tanggung jawab dari pengangkut kepada pengirim.
Sehingga Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor.17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, mewajibkan pelaksanaan Asuransi barang. Asuransi merupakan
bentuk perlindungan hukum terhadap barang angkutan tersebut, bertujuan
untuk menggantikan pengangkut dalam memberi ganti rugi kepada pemilik
barang atau pengirim, atas kerugian yang terjadi dalam penyelenggaraan
pengangkutan barang melalui laut.
Berdasarkan hasil penelitian, adapun saran yang ditujukan kepada
Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk lebih memperhatikan
pelayaran rakyat yang kapal layar dan masih bersifat tradisional. Sebab
Undang-Undang Nomor. 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran tidak
mengakomodir tentang Pengangkutan Dengan Kapal Layar, Terutama dalam
Pelaksanaan Asuransi terhadap barang muatan.Sehingga Pemerintah daerah
direkomendasikan untuk mengeluarkan Peraturann daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang mengatur tentang Pelayaran rakyat.
Collections
- MT-Science of Law [334]