Pemanfaatan Biogas Limbah Kotoran Sapi Sebagai Energi Ramah Lingkungan di Desa Sumberkolak Pariyaan Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo
Abstract
Pengelolaan limbah kotoran sapi menjadi teknologi biogas memberikan 
dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitar. Perlu adanya sosialisasi lebih 
mendalam dan maksimal tentang pentingnya pemanfaatan limbah kotoran sapi 
menjadi teknologi biogas sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan. 
Karena sampai saat ini masih banyak masyarakat Desa Sumberkolak Pariyaan 
Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo yang belum menggunakan biogas ini 
sebagai pengganti bahan bakar LPG. 
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemanfaatan biogas dari 
limbah kotoran sapi sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan. Penelitian 
ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Desa Sumberkolak Pariyaan 
Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo pada bulan Juli 2020 dengan sampel 
hanya 20 rumah yang menggunakan bahan bakar biogas dari kotoran sapi. Alat 
yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur derajat keasaman dan temperatur 
adalah Portable pH meter/EC meter/TDS meter jenis HI-9813.
Hasil penelitian digester atau pengolah gas milik responden tertanam 
didalam tanah yang artinya dalam kondisi kedap udara. Bahan baku Isian berupa 
limbah kotoran ternak sapi dan air dengan perbandingan 1 : 1 tanpa campuran 
bahan lain. Nisbah C/N kotoran sapi mempunyai rasio C/N sebesar 24, derajat 
keasaman kotoran sapi sebelum masuk inlet dari hari ke-1 sampai dengan hari ke 7 telah memenuhi syarat, untuk pengukuran derajat keasaman air sebelum masuk 
inlet dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 telah memenuhi syarat, sedangkan 
pengukuran derajat keasaman campuran kotoran sapi dan air sesudah masuk inlet
telah memenuhi syarat. Temperatur kotoran sapi sebelum masuk inlet yang 
dilakukan dengan rincian hari ke 1 sampai dengan hari ke-7 memenuhi syarat, 
temperatur air sebelum masuk inlet dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 tidak memenuhi syarat dan pengukuran temperatur campuran kotoran sapi dan air 
sesudah masuk inlet yang dilakukan dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 tidak 
memenuhi syarat. Pembuatan biogas milik responden tidak menggunakan starter 
yang berguna untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi 
biogas. Mencampur kotoran sapi dengan air 1 : 1, waktu pengisian untuk 
dilakukan pengelolaan kotoran ternak 1 minggu dua kali, bahan digester 
berbentuk menyerupai kubah dengan konstruksi berupa batu bata, batu, pasir dan 
semen. Bak juga dilengkapi dengan pipa untuk memasukkan isian (inlet) dan pipa 
pengeluaran (outlet). Digester milik responden berdiameter 5 m dan 3 m dengan 
model tanam (fixed dome). Hasil gas awal mengandung CO2 atau karbondioksida 
dan akan langsung dibuang oleh responden. Gas metana yang sudah terbentuk 
langsung dialirkan ke 20 rumah rumah terdekat dengan lokasi responden serta 
instalasi biogasnya satu untuk memenuhi kebutuhan 20 rumah. Aliran gas ini 
menggunakan saluran pipa yang tertanam didalam tanah. Identifikasi dari hasil 
proses pembuatan biogas pada nyala api yang dihasilkan berwarna biru dan tidak 
menimbulkan bau menyengat, menggunakan kompor untuk memasak air hingga 
mendidih, sehingga menghasilkan api menyala biru. Pemanfaatan biogas 
digunakan untuk memasak 20 rumah dan untuk pemanfaatan pemanas air mandi 
hanya 1 responden. Sedangkan residu dari kegiatan biogas berupa pupuk cair dan 
pupuk organik yang bisa dimanfaatkan sebagian untuk di lahan pertanian 
responden dan selebihnya dijual. Sedangkan pupuk cair digunakan untuk pakan 
lele.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti, antara lain :hendaknya dalam 
proses pembuatan biogas, responden menggunakan starter yang berguna untuk 
mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas dan pemanfaatan 
biogas tidak hanya untuk kebutuhan memasak tapi juga bisa sebagai alternatif 
pembangkit listrik dan lain-lain.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2362]
