dc.description.abstract | Penumpukan sampah plastik di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun-ketahun. Menurut Badan Statistik Lingkungan Hidup (2019) pada tahun 2016, jumlah timbulan sampah di Indonesia sudah mencapai 65,2 juta ton pertahun, pada 2017 mencapai 65,8 juta ton, pada tahun 2018 mencapai 65,79 ton dan meningkat sekitar 67 juta ton sampah pada tahun 2019. Data dari Dinas Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa setiap individu menghasilkan rata-rata 0,8 kilogram sampah per harinya dan sebanyak 15 persennya adalah sampah plastik. Sampah plastik tersebut berupa kantong plastik sekali pakai, gelas plastik, botol plastik, sedotan plastik, styrofoam dan lain sebagainya yang berasal dari restoran, rumah makan, minuman kemasan, kemasan makanan ringan dan lain sebagainya. Berdasarkan data diatas dapat diketahui betapa bergantungnya kebutuhan kita terhadap penggunaan plastik sehingga menimbulkan efek limbah yang sangat besar.
Oleh karena itu, dilakukan upaya pengurangan konsumsi plastik dengan cara mensintesis bahan baku pembuatan plastik atau polimer yang dapat terdegredasi baik oleh mikroorganisme tanah dan tidak membahayakan yang disebut plastik biodegradable atau dikenal sebagai bioplastik. Singkong merupakan umbi dengan kandungan pati yang relatif tinggi dan penggunaanya yang luas. Pati singkong atau pati ketela pohon merupakan hasil ekstraksi ubi kayu yang telah mengalami proses ekstraksi sempurna dan dilanjutkan dengan proses pengeringan. Pati merupakan bahan baku potensial sebagai pengganti plastik sintetis karena keunggulan yang dimiliki seperti, ketersediaan luas, biaya rendah, trasparan, fleksibel, tanpa bau, tanpa rasa, semipermeabel terhadap CO2, tahan terhadap O2 dan mampu terdegradasi tanpa pembentukan residu beracun
Potensi tersebut dapat digunakan sebagai peluang untuk memberikan nilai tambah pada singkong sebagai bahan dasar dalam pembuatan kemasan plastik yang ramah lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi pati singkong dan serbuk sabut kelapa terhadap karakteristik gelas bioplastik, serta mengetahui komposisi terbaik pati singkong dan serbuk sabut kelapa untuk membuat gelas bioplastik. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu penambahan serbuk sabut kelapa yang digunakan dengan 4 taraf. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan dua kali pengulangan pengamatan (duplo). Metode analisa menggunakan uji ANOVA dengan taraf Kepercayaan 0,05 (5%). Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 0,05 (5%). Parameter yang diamati adalah penampakan fisik gelas bioplastik, uji kelarutan, uji ketahanan terhadap air panas, uji biodegredabelitas, dan uji indeks efektivitas.
Gelas bioplastik dibuat dari pati singkong dan gliserol dengan penambahan serbuk sabut kelapa sebagai penguatnya. Pembuatan gelas bioplastik dilakukan dengan cara mencampurkan pati singkong kedalam aquades dan diaduk menggunakan stirer pada suhu 70°C, kemudian ditambahkan gliserol pada suhu 70°C, selanjutnya ditambahkan serbuk sabut kelapa pada adonan bioplastik pada suhu 100°C sampai kalis. Tahapan selanjutnya, gelas bioplastik dicetak dan dikeringkan pada suhu 70°C didalam oven selama 2x24 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan yang memiliki nilai tertinggi adalah perlakuan P1 yaitu penambahan serbuk sabut kelapa sebanyak 0,5 gram. Berdasarkan hasil analisis, perlakuan P1 memiliki kelarutan sebesar 0,13 %, daya tahan terhadap suhu 80°C sebesar 0,295 gram, daya tahan terhadap suhu 100°C sebesar 1,03 gram, dan biodegredabelitas sebesar 0,56%. | en_US |